Title : Last
Genre : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 03
Mulai Terlihat
“Ingat! Andi…Rika kalian di sini
untuk belajar. Melakukan hal yang tidak baik seperti tadi akan memperburuk nama
sekolah dan asrama ini!” aku melirik Rika dia sudah mulai bosan degna ucapan
kak Nia atau dia tidak tidur semalam. Hampir di setiap beberapa kata dia terus
menguap. Sebaliknya kak Nia begitu semangat untuk membuat kami menyadari
kesalah sejak 30 menit yang lalu.
“30 menit lagi kita akan sekolah
Nia, cepat selesaikan itu!” Kak Rifal Berkata sambil mengunyah roti dengan
tatapan yang menganggu. Dia terlihat begitu menikmati kebosanan yang di berikan
kak Nia.
“Hey! Andi kau dengar aku. Kulihat
dari tadi kamu melamun saja?” Kak Nia berteriak di depanku dengan wajah
menyeramkan. Ini kah wajah orang yang pusing karena soal setiap harinya sungguh
menakutkan.
“Lebih baik kakak melihat Rika, dia
sudat tertidur dari tadi!” ucapku melihat Rika yang sudah tumbang dari tadi di
atas meja. Kak Nia segera berteriak panic sambil sedikit mengomel tentang
hubungan mansyarakat beserta isinya serta sansing sosial yang di berikan.
“Aku harus ke sekolah pagi ini, ada
piket kelas!” ucapku segera berlari ke arah kamar dan mengambil tasku. Jika di
biarkan Aku bisa mengantuk saat jam pelajaran karena omongan kak Nia. Memang
apa yang di katakannya terdengar mendidik tapi, yang sudah di ucapkannya sudah
beralalu setelah aku masuk asram ini. Karena masuk asrama ini aku jadi merasakan
apa itu sangsi sosial.
Asrama ini hanya di huni oleh orang
berbakat, mereka ada di antara kerumuan orang biasa. Karena di istimewakan
mereka di jauhi. Karena di jauhi mereka jadi bertindak tanpa berpikir akan
perasaan orang lain. Dan karena itu semua orang menatapku dengan tatapan
permusuhan.
Saat aku berjalan semua orang akan
berbisik, seolah aku adalah penjahat di sini. Semakin hebat karyamu semakin
banyak musuhmu, entahlah itu seperti hukum baru yang Enstein tidak mengerti
rumus yang bisa menyelsaikannya. Mungkin, karena sifat dasar manusia adalah
busuk dan tidak mau mengalah yang membuat mereka menanamakan kebecian tanpa
padang buluh yang mereka sebut “orang berbakat” kata terkutuk yang di berikan
pada kami yang memakai asrama gratis.
“Pagi!!” orang yang di depanku
menyapa dengan senyum sinis. Yah, dalam masyarakat tegur sapa adalah kunci
utama. Tapi, jika di tegur dengan senyum seperti itu siapapun orangnya akan
kesal.
“…” aku hanya mengangguk saja.
“Oh lihat pagi – pagi siswa berbakat sudah menunjukan
kesombongannya!” mereka tertawa bersamaan, yah aku mengenal orang yang tertawa
itu adalah Fira salah satu anak kelas 3. Tentu saja dia kakak kelasku sehingga
papun yang terjadi aku harus hormat padannya.
“Hey jangan mengurusi urusan orang lain!” aku bisa
mendengar suara orang ini bergema di telingaku. Oh, suara kak Melisa ketua osis
yang menjabat saat ini. Itulah yang membuat orang seperti kak Fira mengangguku
karena selalu dianggap berlindung di belakangnya.
“Membosankan sekarang ibunya datang,
ayo kita pergi!” Fira meninggalkan kami dengan pandangan masih tertuju padaku.
Terlalu banyak orang aneh di sekolah ini hingga terasa udara di sekitar sini
terasa sesak.
“Andi apa kamu tidak pernah membalas mereka?” Kak
Melisa berdiri di depanku dengan melipat kedua tangannya di depan, dia
meamdangku kesal.
“Kalau aku membalas maka mereka akan
membalas dan itu tak akan pernah selesai!” ucapku beranjak pergi meniggalkan
ketua osis terhormat ini.
“Tapi setidaknya balas mereka atau
kamu akan terinjak – injak!” ucap ketua ini menaikkan suarnya 2 oktaf.
Tidak mungkinkan, aku tidak memiliki
keberani untuk melakukan hal bodoh seperti itu. Dengan berdalih akan dibalas
balik aku menutup diriku sendiri dengan begitu aku merasa aman di dunia ini.
Tapi aku tahu itu semua salah, pada dasarnya aku benar – benar tidak tahu harus melakukan
apa.
“Kenapa wajahmu seperti itu, mesum!”
Oh sial, sekarang wanita pengganggu itu berdiri di hadapanku dengan tatapan kesenangan,
aku bisa tahu itu hanya dengan melihat wajahnya itu.
“Kenapa kau di sini” ucapku malas,
dia berdehem sedikit.
“Sekolah!” ucapnya bosan
“Aku juga tahu tapi, kenapa harus
berdiri di hadapanku!” nada suraku naik beberapa oktaf.
“Penasaran.” ucapnya dengan mata berkedip sebelah.
“Tinggalkan aku, ini tidak lucu!”
ucapku detik kemudian meninggalkannya.
Berkat itu hingga sampai di ruangan
aku semakin di tatap dengan pandangan penasaran. Aku tidak suka hal semacam
ini, ini bahkan lebih buruk dari di penjara. Menjadi pusat perhatian di setiap
kamu melangkah sangat terasa berat.
“And? Hari ini kamu melakukan apa
lagi?” orang yang bertanya ini salah satu ketua kelas yang paling baik
seangkatan, karena hanya dia penghubungku dengan anak – anak di sini.
“Aku tidak membuat kerusuhan atau
membunuh orang!” ucapku menjawab pertanyaan, Ketua kelas bernama Aliya ini
tersenyum manis seolah senyum itu seperti butiran gula.
“Bukan? Maksudku ada masalah apa
lagi?” suaranya lembutnya kembali terdengar.
“Hanya aku-“
“Mesum aku sekelas denganmu !”
setelah kata – kata itu terdengar aku tidak tahu harus melakukan apa.
No comments:
Post a Comment