blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Wednesday 20 January 2016

Mimpi dan Angan Chapter 2



Title    : Mimpi dan Angan
Genre  : Family,dimension, tragedi
Author : Hittori Yudo 
Chapter: 02

  Pagi ya ?
Aku menatap sekelilingku dengan wajah hampir setengah kesal, untuk pertama kalinya aku bisa bangun membuka mata sendiri tanpa harus diteriaki, diancam, atau karena kelamaan tidur. Tepat pukul 6 pagi aku membuka mata dan mendapati peri - peri ini sudah tidur dengan posisi mereka masing – masing.

“Ini neraka, apa salahku pada tuhan!” hujatku sambil mencoba lari dari kaki serta wajah – wajah tidur para peri. Kenapa aku katakan Peri, karena hampir aku tidak menemukan kejelekan di wajah mereka tidur. Syukurnya aku cukup lelah untuk sekedar lepas kendali.

Menghitung satu persatu sampai pada Yui, aku tidak menemukan Yume di sini, seharusnya gadis itu berada di sini. Apa yang kukatakan kurasa mereka semua wanita hanya Yui yang gadis disini, bukan dia bahkan belum matang untuk dikatakan gadis.

“Nika…”

“Hmmm, nanti ya Ki, kamu bakal puas!”

“Hey bangun Nika, gak ada orang waras yang bicara gitu!”

“Cihhh!!” Nika mendesih kemudian membuka kelopak matanya perlahan, warna mana hitam menyilaukan seperti sebuah bayangan berkumpul di dalamnya membuatku terpana.

“Baru sadar istrimu ini cantik?” aku mendengus mengalihkan tatapanku dari Nika, dia hanya terkekeh kemudian mendekatiku ke arah sisi ranjang.

“Iya kau memang cantik dan kebanyakan orang cantik itu aneh, tidak ada wanita yang mau berbagai suaminya dan kau-”

“Rifki gemesin!!!” selalu saja dia mengalihkan semua usahaku untuk mendapatkan informasi, tidak ada orang yang bisa memberikan informasi yang baik di sini kecuali Nika karena dia istri pertama. Wanita ini benar – benar licik.

“Hey, kau baru saja berpikir kotor tentangku kan Ki, mau mulai dari mana? Paha? Kepala? atau-”

“Berhentilah berkata sesuatu yang membuatku berpikir jorok, aku tidak tahu seperti apa hubungan kita dulu tapi kamu perempuan sayang. Jadi jangan buat dirimu jadi murah walau dengan suamimu!” aku tahu kata – kata ini menyinggung ego Nika, jadi aku tidak memaksakan diri untuk melihatnya dari berbalik berjalan ke arah pintu.

“Kau manis sayang!” dia memang wanita yang aneh, aku tidak tahu apa yang digunakan diriku di masa ini untuk membuat wanita seperti itu jadi tergila – gila.

Membuka pintu pelan aku mendapati area lorong yang cukup panjang, setelah pulang denggan Yui, aku sempat mengejap beberapa kali saat melihat rumah yang kutinggali bukan rumah modern melainkan sebuah mansion super besar.

“Yume!!!” entah kenapa untuk kali ini aku merasa cukup penasaran dengan gadis itu, walaupun dia tidak begitu akrab dengan Anita sifat tenangnya membuatku sedikit tertarik. Apa yang kupikirkan, dia juga salah satu istriku betapa bejatnya aku menikahinya hanya karena tertarik.

“Aku disini Rifki!” teriaknya kecil membuatku menoleh ke arah bawah. Yume sudah terlihat rapi dengan pakaian kerjanya kemudian sarapan sudah tertata rapi, dia hanya tinggal menata buah dan kurasa semua hidangan sudah siap.

“Aah, maaf membuat repot kurasa aku harus membantumu tadi!”

“Eeeh?”

“Iya, gak papa!”

“Aku hanya sedikit capek, hahaha…” dia terlihat seperti memaksakan senyumnya membuat segera menarik wajahnya dan menempelkan dahiku.

“Apa ini, kau demam! Jangan memaksakan diri!” aku segera mengankat tubuhnya dan entah kenapa ini seperti reflek bagiku.

“Ahh, Rifiki apa yang kau lakukan?” aku bahkan tidak mengira tubuh Yume bisa seringan kapas seperti ini.

“Kamarmu dimana?”

“Tapi-”

“Katakan saja!”

Yume segera menunjuk ke arah lorong yang ada di sudut kiri, aku segera beranjak membawanya kesana. Bagaimana mungkin gadis ini memaksakan dirinya untuk membuat sarapan sementara dia demam.

“Tunggu sebentar! Aku akan mengambilkan handuk kecil jangan bergerak!” ucapku memperingati setelah menyelimuti Yume aku segera berlari ke kamar yang ku gunakan tadi malam tempat kami semua tidur.

Bukan kesengajaan, itu adalah keterpaksaan yang di cetuskan oleh Nika dan Yui, membuatku harus menahan nafas saat tidur. Bagiku itu seperti neraka saja seharusnya aku harus lebih keras pada mereka.

“Rifki, kamu mencari apa?” Anita terlihat setengah malas bangun sementara Nika dan Yui sudah menghilang entah kemana.

“Yume demam, aku harus mencari handuk dan menyiapkan es, dia bisa sakit kalau begini!”

“Eeh? Apa? Yume demam!” Anita yang setengah sadar kini sadar sepenuhnya dan pergi dari kamarku. Sementara kau hanya mengobrak –abrik laci yang ada di kamarku tanpa menemukan sapu tangan atau handuk kecil.

Bukannya menemukan sapu tangan, aku malah menemukan sebuah diary kecil yang terbukus kain. Jangan – jangan ini yang kucari! Tunggu dulu, aku harus menyembunyikan ini jika ada yang mengetahuinya pasti mereka juga ingin membacanya.

Kuletakan lagi buku itu di laci di tambah sedikit pakaian untuk menyamrkan tempatnya, aku tidak ingin ketiga wanita itu melihat ini.

“Ki, apa yang kau cari, sayang?” kulihat Nika menatapku dengan wajah penasaran, aku segera menggeleng pelan kemudian menutup lemariku.

“Yume ini kebiasaan kalau sakit gak mau bilang!” kini Nika terlihat bersungut dengan wajah khawatir.

“Aneh?”

“Hah? Aneh gimana Ki?”

“Aneh saja, aku gak ngerti apa yang kalian pikirkan. Biasanya kalau orang punya istri banyak salah satunya akan berharap istri lainnya pergi atau-”

“Ok sayang cukup sampai di situ, argumenmu bisa membuat yang lain terluka. Rifki yang kukenal selalu bisa menjaga wibawanya kan!”Nika dengan santai berucap diringi kedipan mata membuatku segera menutup mulut.

“Lagipula, Anita itu dulunya perawat seharusnya dia bisa mengatasi Yume!” aku segera mengangguk kemudian menatap kembali pakaian Nika, itu adalah pakai kerjanya dengan celana panjang kain. Jarang sekali melihat wanita mengenakan itu kekantor biasanya dulu seingatku wanita masih menggunakan rok selutut yang ngepas di badan.

“Kau mau kemana?” seakan sadar Nika melihat dirinya sendiri.

“Oh aku, aku mau mengatar Yui ke sekolah kemudian menggantikanmu di kantor!”

“maaf merepotkanmu seharusnya-”

“Kamu lucu ya, minta maaf terus. Aku jadi bertanya – tanya kenapa dari tadi kau minta maaf padahal tidak ada hal yang terlihat mengecawakan!” aku hanya terdiam lagi, banyak sekali yang aku tidak mengerti dari mereka dan yang pasti sampai kapanpun aku masih tidak mengerti jalan pikiran dari Nika. Wanita yang punya kelebihan dan dapat mengatur segalanya menjadi istriku seperti keanehan saja.

“Kalau begitu aku berangkat pastikan kau melihat Yume dan tentu saja jangan terlalu dekat dengan Anita, dia itu-”

“Mbak kau sengaja mengatakan itu padanya?” Anita terlihat berdiri di belakang Nika dengan ekspresi melipat tangan. Aku rasa dia cukup lama di situ mendengar pembicara kami.

“Aaah, maaf mbak hanya mau bilang dia itu suka nguping! Anita kau berngkat juga kan?” Anita hanya mendengus kemudian menatapku dengan tatapan kasihan.

“Aku akan menjaga Yume, aku tidak mungkin membiarkan Rifki di sini sendiri merawat Yume!” kata – kata itu memiliki arti yang ambigu bagiku, aku tidak paham apakah dia ingin merawat Yume atau dia ingin aku tidak merawat Yume membuatku sedikit kebingungan.

“Kau tahu sendiri itu perusahaan besar yang tidak bisa di tinggal, kalau kau meinggalkannya sama saja kau membunuh Rifki!” terkadang aku tidak mengerti kenapa Nika begitu keras pada Anita dan Anita begitu tidak bersahabat pada kedua orang disini.

“Baiklah aku akan pergi tentu saja dengan mobil mbak kan!” ejeknya yang sambil berjalan keluar kamar, Nika hanya mendesah kemudian menatapku dengan senyuman lalu pergi dari kamar juga.

“Waktu yang tepat untuk membuka-“

“Sakit!!” aku meringis merasakan kepalaku cukup sakit saat ini dan entah kenapa pandanganku menjadi buram seoalah aku ingin tertidur.
***

“Hey!!!” aku membuka mata perlahan dan mendapati wajah kakakku yang terlihat kesal.

“Kalau mau tidur pindah ke kamar, kalau di sini ganggu kakak aja!” kakak terlihat kesal menatapku sementara aku bangun dengan ogah – ogahan. Jadi tentang  tiga istri itu mimpi ya, sayang sekali.

“Apa yang lucu cepat bangun!” kakakku semakin mencak, aku tidak mengerti kenapa dia jadi sepeduli ini padaku.

“Aah kak, biar saja mungkin Rifkinya capek!” aku menatap orang yang bicara barusan dan hampir saja membuat mataku keluar.

No comments:

Post a Comment