Title : Mimpi dan Angan
Genre : Family,dimension, tragedi
Author : Hittori Yudo
Chapter: 03
Mimpi kah?
Aku semakin melirik bingung pada orang yang kini
sudah duduk di samping kakak sampai menampak senyum hangat, wanita yang sama
sekali tidak kumengerti ramah dan terlihat bersahabat seolah menjadi bagian dari
dirinya. Kakak juga melakukan hal yang sama pada perempuan ini membuatku
semakin frustasi.
“Jadi Nika bisa kau bayangkan aku pulang dan dia
mengeluh seperti kakek ‘Hidup yang membosankan’ ucapnya gitu!” aku mencibir apa
yang diucapkan oleh kakak barusan membuat Nika kembali memamerkan senyum dan
deretan gigi yang rapi.
“Nanika? Apel ya!” kakak terlihat berhenti dengan
ucapannya kemudian menatapku dengan wajah kebigungan.
“Namanya Nika ki, bukan Nanika! Kau masih mengatuk,
tidur deh di dalam!” ucap kakak seolah aku salah dengar dan tidak memperhatikan
perkenalan kami beberapa saat lalu.
“Bukan, bukan itu kak. Aku cuma ingat nama latin
dari apel!” Nika terlihat kebingung seolah apa yang kubicarakan tidak bisa
dipikirkannya.
“Tidak ada nama latin dari apel itu Nanika kurasa!”
senyumnya miring, sudah kuduga dia memang apel busuk dalam mimpi itu. Sebaiknya
aku pergi, Nika versi dewasa adalah orang yang selalu memotong ucapanku dan
sangat cerdas untuk menjawab, jadi aku ekstra hati – hati sebelum dia benar – benar
membuatku kesal.
“Aku tinggal ya kak! Soalnya mau ngerjain PR!” aku
segera pamit dan mencoba kelaur dari sebuah tempat yang akan menjadi akhir
bagiku jika terus berlama – lama. Jika mimpi yang kualami adalah masa depan,
aku tidak akan memilih untuk berakhir dengan si Apel ini.
“S-A-Y-A-N-G” itu adalah gerak bibir yang bisa
kubaca dari Nika membuatku sekujur tubuhku merinding saat mata kami bertemu.
Dia! Apa dia tahu aku memimpikannya dan tentang apa yang kupikirkan.
“Nika jadi begini besok…” kupikir kakak tidak
melihat apa yang dilakukan Nika dengan kontak mata tadi dan juga dia
mengabaikan perkataanku membuatku segera bergegas masuk. Ini aneh, seolah dia
bisa membaca apa yang kupikirkan atau aku bergumam saat mimpi. Kalau benar, itu
akan sangat memalukan saat di dengar.
“Oh iya, Ki! Kau makan saja duluan di dalam!” aku
kembali mendengus setelah perintah tadi aku masuk ke dalam rumah. Entah kenapa
sekarang aku merasa sedang bermimpi, tentang Yumeka,Anita dan Nika seperti
kaset rusak yang terus berputar di dalam kepalaku.
“Jadi ini di sebut makan?” aku melihat gumpalan
telur yang di dadar tidak rata, aku tidak mengerti bagaimana dia hidup tapi
melihat masakannya seperti ini. Aku jadi tahu kenapa kakak menjadi kurus.
“Kau mengejeknya kan?” aku memutar kepala mendapati
Nika seperti setengah tertawa, gadis ini sama sekali tidak kumengerti. Sekarang
atau pun di dalam mimpi dia terlihat sama. Seolah misteri berputar
mengelilingnya.
“Aku Nika!” ucapnya memberi sapaan, dia masih saja
tersenyum merekah. Membuatku sedikit takut. Tentu saja aku terpesona jika aku
bertemunya pertama kali, tapi bertemu dirinya dalam bentuk wanita membuatku
tidak bisa terpesona sedikitpun.
“Kau mendengarnya?” Nika memerengkan kepalannya,
kemudian seolah mengingat sesuatu dia tertawa kecil.
“Mengingat? Caramu tidur?” aku menghela nafas
pasrah, jawabannya barusan membuktikan bahwa aku tidak memanggil namannya dalam
tidurku.
“Kau mau makan? Tumben sekali kakak mengajak
temannya untuk ke rumah!” dia terkekeh kemudian memutar kedua bola matanya dan
tersenyum tipis.
“Aku bukan temannya, Rifki!”
“Maksudnya?”
“Aku adik iparnya!” entah kenapa seperti sebuah
kata – kata yang berdenting keras telingaku bergema dan pandanganku memudar.
Semuanya menjadi gelap bahkan aku sendiri merasa di tempat lain.
***
Aku mengerjap mata beberapa kali memastikan bahwa
ruangan yang kutempati tidak berada dalam imanjinasiku, semakin aku memfokuskan
mataku pada ruangan ini semuanya terasa seperti dalam imajinasiku atau aku
kembali bermimpi.
“Sayang kau sudah bangun?” Yume duduk disamping
ranjang dengan pandangan prihatian, wajahnya masih terlihat tidak sehat tapi
dia memaksakan senyum.
Apa yang tadi terjadi, potongan ingatanku. Tapi apa
yang kurasakan itu seperti hal yang nyata dan yang sekarang seperti mimpi dan
saat kembali ke sini polanya seakan berubah ada apa ini, apa aku mengalami
mimpi parsial atau ada yang salah dengan otakku.
“Kamu tidak apa – apa, Yume akan menelepon Mbak
Nika-”
“Jangan! Ada yang ingin kutanyakan padamu
sekarang!”
“Maksudmu sayang?”
“Apa yang sebenarnya terjadi padaku dan kenapa kita
semua bisa hidup dalam satu rumah!” Yume terlihat bingung, aku sudah menanyakan
ini tadi malam pada mereka bertiga dan hanya Yume yang terlihat tidak bisa
berbohong, dia mengalihkan seluruh pandangnnya saat bercerita dan aku merasa
itu cukup untuk membuatku yakin kalau Yumelah yang paling mungkin dimintai
tolong.
“Tapi semua-”
“Aku tahu, kau yang mendapat peran berbohong, aku
tidak tahu alasannya kenapa tapi instingku merasakannya!” mata Yume kini
mengalihkan pandangnya dan itu benar – benar membuatku tersenyum lebar.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud berbohong,
sebenarnya tidak ada satupun orang yang menjadi orang yang benar – benar
sebagai istrimu!” aku terdiam, aku merasa itu adalah sesuatu yang salah untuk
diucapkan. Seharusnya dia bisa mengatur siasaat lebih baik untuk berbohong tapi
melihat dia mudahnya mengatakan ini, kurasa Nika sudah membaca semua ini.
“Aku mengerti, jadi siapa ibu dari Yui!”
“Dia bukan anakmu, dia anak yang di bawa Mbak
untukmu!” aku mengangguk, sepertinya aku mulai megnetahui apa yang sebenarnya
terjadi, kenapa mereka bersikap seperti itu padaku.
“Dia anakku, Nika berbohong!” jika dia dapat
mempermainku kenapa aku tidak mencoba mempermainkannya, toh pada akhirnya dunia
ini adalah papan permainan yang rusak.
“EEh, bukanya kau lupa ingatan, jadi bagaimana
bisa-”
“Jadi apa pendapat kalian kalau Nika memiliki
anak!”
“Tentu saja aku juga mengingkan sebagai seorang
istri dan wanita!” aku tersenyum lebar, jadi aku bisa mulai membaca pergerakan
dari Nika dan apa yang dirancangnya. Sudah waktunya aku memulai serang balasan
pada wanita yang mempermainkanku itu.
“Jadi, bisa kita mulai?” Yume bersemu merah, aku
yakin itu sebuah persetujuaan yang tidak bisa ditolak hati kecilnya.
No comments:
Post a Comment