blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Wednesday 20 January 2016

Mimpi dan Angan Chapter 3



Title    : Mimpi dan Angan
Genre  : Family,dimension, tragedi
Author : Hittori Yudo 
Chapter: 03

Mimpi kah?
Aku semakin melirik bingung pada orang yang kini sudah duduk di samping kakak sampai menampak senyum hangat, wanita yang sama sekali tidak kumengerti ramah dan terlihat bersahabat seolah menjadi bagian dari dirinya. Kakak juga melakukan hal yang sama pada perempuan ini membuatku semakin frustasi.

“Jadi Nika bisa kau bayangkan aku pulang dan dia mengeluh seperti kakek ‘Hidup yang membosankan’ ucapnya gitu!” aku mencibir apa yang diucapkan oleh kakak barusan membuat Nika kembali memamerkan senyum dan deretan gigi yang rapi.

“Nanika? Apel ya!” kakak terlihat berhenti dengan ucapannya kemudian menatapku dengan wajah kebigungan.

“Namanya Nika ki, bukan Nanika! Kau masih mengatuk, tidur deh di dalam!” ucap kakak seolah aku salah dengar dan tidak memperhatikan perkenalan kami beberapa saat lalu.

“Bukan, bukan itu kak. Aku cuma ingat nama latin dari apel!” Nika terlihat kebingung seolah apa yang kubicarakan tidak bisa dipikirkannya.

“Tidak ada nama latin dari apel itu Nanika kurasa!” senyumnya miring, sudah kuduga dia memang apel busuk dalam mimpi itu. Sebaiknya aku pergi, Nika versi dewasa adalah orang yang selalu memotong ucapanku dan sangat cerdas untuk menjawab, jadi aku ekstra hati – hati sebelum dia benar – benar membuatku kesal.
“Aku tinggal ya kak! Soalnya mau ngerjain PR!” aku segera pamit dan mencoba kelaur dari sebuah tempat yang akan menjadi akhir bagiku jika terus berlama – lama. Jika mimpi yang kualami adalah masa depan, aku tidak akan memilih untuk berakhir dengan si Apel ini.

“S-A-Y-A-N-G” itu adalah gerak bibir yang bisa kubaca dari Nika membuatku sekujur tubuhku merinding saat mata kami bertemu. Dia! Apa dia tahu aku memimpikannya dan tentang apa yang kupikirkan.

“Nika jadi begini besok…” kupikir kakak tidak melihat apa yang dilakukan Nika dengan kontak mata tadi dan juga dia mengabaikan perkataanku membuatku segera bergegas masuk. Ini aneh, seolah dia bisa membaca apa yang kupikirkan atau aku bergumam saat mimpi. Kalau benar, itu akan sangat memalukan saat di dengar.

“Oh iya, Ki! Kau makan saja duluan di dalam!” aku kembali mendengus setelah perintah tadi aku masuk ke dalam rumah. Entah kenapa sekarang aku merasa sedang bermimpi, tentang Yumeka,Anita dan Nika seperti kaset rusak yang terus berputar di dalam kepalaku.

“Jadi ini di sebut makan?” aku melihat gumpalan telur yang di dadar tidak rata, aku tidak mengerti bagaimana dia hidup tapi melihat masakannya seperti ini. Aku jadi tahu kenapa kakak menjadi kurus.

“Kau mengejeknya kan?” aku memutar kepala mendapati Nika seperti setengah tertawa, gadis ini sama sekali tidak kumengerti. Sekarang atau pun di dalam mimpi dia terlihat sama. Seolah misteri berputar mengelilingnya.

“Aku Nika!” ucapnya memberi sapaan, dia masih saja tersenyum merekah. Membuatku sedikit takut. Tentu saja aku terpesona jika aku bertemunya pertama kali, tapi bertemu dirinya dalam bentuk wanita membuatku tidak bisa terpesona sedikitpun.

“Kau mendengarnya?” Nika memerengkan kepalannya, kemudian seolah mengingat sesuatu dia tertawa kecil.
“Mengingat? Caramu tidur?” aku menghela nafas pasrah, jawabannya barusan membuktikan bahwa aku tidak memanggil namannya dalam tidurku.

“Kau mau makan? Tumben sekali kakak mengajak temannya untuk ke rumah!” dia terkekeh kemudian memutar kedua bola matanya dan tersenyum tipis.

“Aku bukan temannya, Rifki!”

“Maksudnya?”

“Aku adik iparnya!” entah kenapa seperti sebuah kata – kata yang berdenting keras telingaku bergema dan pandanganku memudar. Semuanya menjadi gelap bahkan aku sendiri merasa di tempat lain.
                                                            ***
Aku mengerjap mata beberapa kali memastikan bahwa ruangan yang kutempati tidak berada dalam imanjinasiku, semakin aku memfokuskan mataku pada ruangan ini semuanya terasa seperti dalam imajinasiku atau aku kembali bermimpi.

“Sayang kau sudah bangun?” Yume duduk disamping ranjang dengan pandangan prihatian, wajahnya masih terlihat tidak sehat tapi dia memaksakan senyum.

Apa yang tadi terjadi, potongan ingatanku. Tapi apa yang kurasakan itu seperti hal yang nyata dan yang sekarang seperti mimpi dan saat kembali ke sini polanya seakan berubah ada apa ini, apa aku mengalami mimpi parsial atau ada yang salah dengan otakku.

“Kamu tidak apa – apa, Yume akan menelepon Mbak Nika-”

“Jangan! Ada yang ingin kutanyakan padamu sekarang!”

“Maksudmu sayang?”

“Apa yang sebenarnya terjadi padaku dan kenapa kita semua bisa hidup dalam satu rumah!” Yume terlihat bingung, aku sudah menanyakan ini tadi malam pada mereka bertiga dan hanya Yume yang terlihat tidak bisa berbohong, dia mengalihkan seluruh pandangnnya saat bercerita dan aku merasa itu cukup untuk membuatku yakin kalau Yumelah yang paling mungkin dimintai tolong.

“Tapi semua-”

“Aku tahu, kau yang mendapat peran berbohong, aku tidak tahu alasannya kenapa tapi instingku merasakannya!” mata Yume kini mengalihkan pandangnya dan itu benar – benar membuatku tersenyum lebar.

“Maafkan aku, aku tidak bermaksud berbohong, sebenarnya tidak ada satupun orang yang menjadi orang yang benar – benar sebagai istrimu!” aku terdiam, aku merasa itu adalah sesuatu yang salah untuk diucapkan. Seharusnya dia bisa mengatur siasaat lebih baik untuk berbohong tapi melihat dia mudahnya mengatakan ini, kurasa Nika sudah membaca semua ini.

“Aku mengerti, jadi siapa ibu dari Yui!”

“Dia bukan anakmu, dia anak yang di bawa Mbak untukmu!” aku mengangguk, sepertinya aku mulai megnetahui apa yang sebenarnya terjadi, kenapa mereka bersikap seperti itu padaku.

“Dia anakku, Nika berbohong!” jika dia dapat mempermainku kenapa aku tidak mencoba mempermainkannya, toh pada akhirnya dunia ini adalah papan permainan yang rusak.

“EEh, bukanya kau lupa ingatan, jadi bagaimana bisa-”

“Jadi apa pendapat kalian kalau Nika memiliki anak!”

“Tentu saja aku juga mengingkan sebagai seorang istri dan wanita!” aku tersenyum lebar, jadi aku bisa mulai membaca pergerakan dari Nika dan apa yang dirancangnya. Sudah waktunya aku memulai serang balasan pada wanita yang mempermainkanku itu.

“Jadi, bisa kita mulai?” Yume bersemu merah, aku yakin itu sebuah persetujuaan yang tidak bisa ditolak hati kecilnya.

No comments:

Post a Comment