Title : Stay In For Me(Tetap di
dalam untuk ku)
Genre : School, Romance, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 06
Gak Nyambung
Berusaha menenangkan dirilah salah
satu cara yang bisa kulakukan, dimana dari tadi siang seluruh teman sekelasku
menjadi orang yang perhatian. Inilah yang dikatakan jika kau memiliki sesuatu
berlebih orang lain ingin mendapatkannya juga.
Bahkan sebelum Diana buka mulut,
berita ini sudah menyebar ke seluruh sekolah membuatku meringkuk sambil membaca
buku yang belum selesai kubaca di kelas. Mungkin Eri merasa bersalah dengan
ucapannya karena sampai detik ini dia tidak berani menyapaku dirumah.
“Ada apa dengan kalian?” ibu
menopang satu tangannya sambil berpose imut, ok kalau aku bukan anaknnya. Aku
tidak akan menghela nafas saat ini, memiliki ibu yang memandang dunia adalah
taman hiburan membuatmu akan merasa berada di neraka karena malu.
“Ibu hentikan itu! Sebagai anakmu,
aku sangat malu melihatnya!” Kali ini ibu mengembungkan pipinya membuat rasa
kesalku semakin bertambah. Entah kenapa aku jadi ingat ibu sanga suka dengan
kerutan di dahiku, katanya aku mirip dengan ayah. Jadi selama lebih dari 10
tahun aku selalu mengasihiani ayah karena beliau mendapat istri yang mau
membuatnya marah saja.
“Apa yang terjadi dengan kalian,
ayolah Riki katakan sesuatu tentang, Eri!” Sepertinya selain memiliki sifat
yang mirip seperti anak – anak, ibu juga menderita penyakit “mendesak” akut.
“Eri, dia cuma membuatku hariku
kacau!” aku menambahkan dengan senyuman membuat ibu berekspresi seperti orang
muntah. Rasakan, jika dia menyukai sifat kesalku, sifat ramah tamahku adalah
kutukan untuknya.
“Hentikan itu Riki, ibu mual
melihatnya!” Ibu kini terlihat sudah mulai pucat melihatku, aku berharap punya
ibu yang normal untuk saat ini.
“Jadi dimana Eri sekarang bu?” ibu
menghela nafas kemudian dia membuat tatapannya seolah serius.
“Dia ada di balkon, pastikan kau
meminta maaf padanya!”
“Aku tidak berbuat salah!”
“karena kau tidak merasa bersalah,
makanya minta maaf. Ibu tidak akan membiarkan menantu ibu menghilang!” sekarang
aku tahu arti dari tatapan serius ibu tadi. Itu hanya bagian dari pemikiran
konyolnya saja.
Berusaha menghela nafas, aku segera
berjalan menuju balkon rumah tempat dimana Eri yang disayangi ibu itu berdiri.
Gadis itu menatap gugus bintang yang bertaburan, itu indah tapi bagiku seperti
melihat sebuah tanah saja. hal itu kurasa cukup biasa.
“Riki?”
“Ehm!”
“Kau kesini untuk marah?”
“Tentu saja, kau pikir untuk apa!”
“Maafkan aku, soal disekolah itu!”
Aku tidak tahu kalau perempuan ini
bisa juga meminta maaf, jadi aku tidak menggubris kemudian berdiri di
sampingnya.
“Di kota apa kau tidak bisa melihat
bintang?”
Eri tidak menjawab dia tidak
memberikan eksperesi aneh, bola matanya yang bula mengerut menatpaku dengan
pandangan setengah bingung, beberapa saat kemudian eksperesi wajahnya berubah
menjadi lebih baik.
“Yah, mungkin begitu. Kau hanya bisa
melihat bola lampu saja sepanjang jalan. Cahaya bintang akan tertutupi oleh
bangunan yang sejak kecil kau sudah melihat berdiri kokoh layaknya itu memang
tercipta disitu!”
“Cukup sulit? Maksudku melihat
bintang di tempat seperti ini!” Eri kembali menatapku dengan wajah kebingungan.
Apa pembicaraan ini mengarah pada hal yang salah, yah setidaknya aku tidak
mungkin membentak perempuan ini.
“Ngomong –ngomong kau memang homo?”
itu kata – kata paling sialan yang kudengar dari mulutnya.
“Ahh, tenang saja Riki. Kita masih
berteman kok! Kudengar orang homo punya teman cewek yang banyak!” Eri berkata
panik, dia tidak mengkoreksi kesalahan dalam kata – katanya malah membuat alur
yang lain.
“Kutekankan padamu, aku masih bisa
membuatmu hamil!” Eri terdiam saat aku mengatakan itu, wajahnya telrihat
seperti orang bodoh dan beberapa kali matanya mengerjap memastikan tidak ada
yang salah pada pendengarnya.
“Apa…apa.. yang kau katakana, itu
terlalu cepat!” seharusnya aku tidak mengatakan hal bodoh pada orang bodoh
mereka tidak mengerti candaan seperti itu, aku perempuan ini mengerti sedikit
apa yang kukatakan.
“Aku Cuma bercanda! Ehm jangan
dianggap serius!”
“Ahhaha, iya Cuma candaan!” aku bisa
melihat raut kecewa dari wajahnya, ada apa dengan perempuan ini. Aku benar –
benar tidak paham dengan jalan pikirannya.
--Bagian berikutnya--
No comments:
Post a Comment