Title : Last
Genre : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 09
Percakapan
“Apa yang terjadi tadi?” Rika
sedikit penasaran walaupun dia sudah mengunci mulutnya beberapa menit setelah kami
pergi dari sekolah.
“Bagian mana?” dia tersenyum hambar.
“Bagian gadis cantik yang lari tadi,
ada apa denganya!” kali ini aku menghela nafas pasrah saat sedang sampai di
depan pintu.
“Apa yang kau lakukan, mengambil
buku ku sembarang!” suara Kak Nia sedikit panik saat kami masuk, melihat kak
Rifal memang buku yang diperlihatkannya tadi malam padaku.
“Aku hanya penasaran, jadi ya!”
“Sudahlah!” kak Nia terlihat marah
dan kini mengambil buku itu lalu melangkah ke dalam kamar, Rika dan aku hanya terpaku
melihat kejadian ini.
“Ahahaha! Kami memang sering
bertengkar!” kata – kata itu tidak ditujukan padaku, tapi pada Rika yang
terlihat penasaran tapi mengunci mulutnya rapat seperti yang terjadi di ruang
casting tadi.
“Oh iya, Ndi kudengar kalian akan
menggelar pertunjukan drama! Kuharap ceritanya menarik!” aku mengangguk setuju,
begitu banyak perasaan terluka dan kesenjangan disini, aku tidak bisa tahu
dimana tempat yang cocok bagi orang – orang seperti kami berada. Bahkan sesama
seperti ini saja masih ada pertengkaran.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan
sekarang, mesum! Lebih baik kau tidak melakukan langkah salah. Karena pion
tidak pernah bisa mundur!” sindiran kecil terdengar dari bibir tipis Rika.
“Sayang sekali! Aku sudah berubah
jadi kuda dan bisa meloncati pion lainya!” walaupun aku tidak mengerti dengan
kata – katanya, setidaknya aku tidak salah membalasnya.
“Kuda akan terjebak dengan menteri!
Hal itu berada diluar prespsi dan rajamu akan mati!”
“Hentikanlah pembicaran tentang
catur ini, aku tidak berniat melakukannya!” Rika terkekeh kemudian berbalik
menghadap ku seolah meminta sesuatu.
“Jadi apa yang terjadi dengan Gadis
cantik yang lari tadi?”
“Kau masih ingat itu?”
“Tentu saja!”
“Bagian mana yang ingin kau tahu?”
“Alasannya!”
“Banyak hal yang terjadi! Jadi agak
sulit menjelaskannya!”
“Aku benci kau, mesum!”
“Sama aku juga!” Rika berbalik saat
perdebatan kami terhenti, dia menghentakan kakinya beberapa kali tanda bahwa
dia masih protes dengan apa yang terjadi. Kemudian langkah kakinya menuju
kamarnya meninggalkan aku yang terdiam dilorong.
“Belum saatnya gadis itu tahu apa
itu kenyataan!” walaupun dalam hati aku ingin mengatakannya, tapi hal itu akan
membuat pikirannya terganggu dan aku benci itu.
Berpikir
kembali tentang casting tadi akhirnya aku bisa diam terpaku melihat naskah yang
berada di depanku. Aku jadi tidak mengerti hal apa yang harus kulakun saat ini,
jadi mencari hal yang bisa dilakukan sekarang.
Ingin menulis? Kurasa untuk saat ini
aku harus fokus bagaimana cara membuat karakter yang bagus itu bisa berjalan
nantinya. Tidak ada impian kelewat batas seperti tepuk tangan riang tapi itu
sebagai bentuk orasi nantinya.
“Kau senggang?” suara kak Nia
menganggetkanku, memang pintu kamar tidak kututup dan Kak Nia dapat masuk dan
meliha sekeliling kamar.
“Iya kak, ada apa?” ucapku terdengar
sopan, kak Nia kini duduk di bangku yang biasanya kugunakan untuk belajar. Dia
memutar kursi menghadap ke arahku yang masih duduk di atas ranjang.
“Menurutmu, apa yang akan terjadi
jika aku mati nanti?”
“Eeh?”
“Tidak aku hanya beragumen saja,
saat mati! Seorang manusia akan terkubur di dalam tanah dan meninggalkan materi
berupa tulang yang nanti akan berubah menjadi minyak! Jadi apakah hanya sebatas
itu saja?” suara kak Nia terdengar sedih, terlalu banyak memikirkan penelitian
dan penemuan kurasa otaknya mulai berpikir kelewat batas.
“Memikirkan hal itu kurasa wajah
bodoh kak Rifal tidak akan terlihat lagi, bukannya menjaga wajahnya itu adalah
kewajiban kakak!” kak Nia hanya tertegun menatapku seolah dia mengerti apa yang
kukatakan dan meresapi setiap kata itu di dalam kepalanya.
“Kau selalu bisa berpikir dengan
cara lain! Bahkan saat aku mengutarkan perasaanku saat ini dengan sebuah kode
bahasa, kau bisa menjawabnya. Apa semua penulis bisa melakukan hal seperti
itu?” wajah muram kak Nia kini berubah menjadi wajah lebih menyenangkan untuk
dilihat.
“Yang terpenting dari penulis adalah
perasaan pembaca, tidak! Mungkin kami juga merasa pembaca harus mengetahui
hasil jerih payah kami lewat kode – kode yang kami lontarkan di dalam tulisan!”
Kak Nia tersenyum lebar, tidak ada yang mengerti jika mendengar dengan jelas
isi percakapan kami. Bahkan aku pun merasa kak Nia tidak bercerita hal yang
penting tentang apapun.
“Kurasa hidup lebih lama tidak ada
salahnya! Sampai aku melihat dramamu ke depannya!” kak Nia mulai beranjak
berdiri entah kenapa moodnya terlihat lebih baik saat ini.
“Drama yang akan dipentaskan?”
“Bisa di bilang begitu!” setelah
kata – kata itu kak Nia pergi dari kamarku, aku hanya bisa diam terpaku. Bukan
tidak mengerti maksudnya, tapi mengobrol dengan kak Nia dalam keadaan serius
seperti menguraikan rumus fisika tersulit.
No comments:
Post a Comment