blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Saturday 3 October 2015

Last Bab 9 Percakapan



Title    : Last
Genre  : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 09
Percakapan
           
            “Apa yang terjadi tadi?” Rika sedikit penasaran walaupun dia sudah mengunci mulutnya beberapa menit setelah kami pergi dari sekolah.

            “Bagian mana?” dia tersenyum hambar.

            “Bagian gadis cantik yang lari tadi, ada apa denganya!” kali ini aku menghela nafas pasrah saat sedang sampai di depan pintu.

            “Apa yang kau lakukan, mengambil buku ku sembarang!” suara Kak Nia sedikit panik saat kami masuk, melihat kak Rifal memang buku yang diperlihatkannya tadi malam padaku.

            “Aku hanya penasaran, jadi ya!”

            “Sudahlah!” kak Nia terlihat marah dan kini mengambil buku itu lalu melangkah ke dalam kamar, Rika dan aku hanya terpaku melihat kejadian ini.

            “Ahahaha! Kami memang sering bertengkar!” kata – kata itu tidak ditujukan padaku, tapi pada Rika yang terlihat penasaran tapi mengunci mulutnya rapat seperti yang terjadi di ruang casting tadi.

            “Oh iya, Ndi kudengar kalian akan menggelar pertunjukan drama! Kuharap ceritanya menarik!” aku mengangguk setuju, begitu banyak perasaan terluka dan kesenjangan disini, aku tidak bisa tahu dimana tempat yang cocok bagi orang – orang seperti kami berada. Bahkan sesama seperti ini saja masih ada pertengkaran.

            “Aku tahu apa yang kau pikirkan sekarang, mesum! Lebih baik kau tidak melakukan langkah salah. Karena pion tidak pernah bisa mundur!” sindiran kecil terdengar dari bibir tipis Rika.

            “Sayang sekali! Aku sudah berubah jadi kuda dan bisa meloncati pion lainya!” walaupun aku tidak mengerti dengan kata – katanya, setidaknya aku tidak salah membalasnya.

            “Kuda akan terjebak dengan menteri! Hal itu berada diluar prespsi dan rajamu akan mati!”

            “Hentikanlah pembicaran tentang catur ini, aku tidak berniat melakukannya!” Rika terkekeh kemudian berbalik menghadap ku seolah meminta sesuatu.

            “Jadi apa yang terjadi dengan Gadis cantik yang lari tadi?”

            “Kau masih ingat itu?”

            “Tentu saja!”

            “Bagian mana yang ingin kau tahu?”

            “Alasannya!”

            “Banyak hal yang terjadi! Jadi agak sulit menjelaskannya!”

            “Aku benci kau, mesum!”

            “Sama aku juga!” Rika berbalik saat perdebatan kami terhenti, dia menghentakan kakinya beberapa kali tanda bahwa dia masih protes dengan apa yang terjadi. Kemudian langkah kakinya menuju kamarnya meninggalkan aku yang terdiam dilorong.

            “Belum saatnya gadis itu tahu apa itu kenyataan!” walaupun dalam hati aku ingin mengatakannya, tapi hal itu akan membuat pikirannya terganggu dan aku benci itu.

            Berpikir kembali tentang casting tadi akhirnya aku bisa diam terpaku melihat naskah yang berada di depanku. Aku jadi tidak mengerti hal apa yang harus kulakun saat ini, jadi mencari hal yang bisa dilakukan sekarang.

            Ingin menulis? Kurasa untuk saat ini aku harus fokus bagaimana cara membuat karakter yang bagus itu bisa berjalan nantinya. Tidak ada impian kelewat batas seperti tepuk tangan riang tapi itu sebagai bentuk orasi nantinya.

            “Kau senggang?” suara kak Nia menganggetkanku, memang pintu kamar tidak kututup dan Kak Nia dapat masuk dan meliha sekeliling kamar.

            “Iya kak, ada apa?” ucapku terdengar sopan, kak Nia kini duduk di bangku yang biasanya kugunakan untuk belajar. Dia memutar kursi menghadap ke arahku yang masih duduk di atas ranjang.

            “Menurutmu, apa yang akan terjadi jika aku mati nanti?”

            “Eeh?”

            “Tidak aku hanya beragumen saja, saat mati! Seorang manusia akan terkubur di dalam tanah dan meninggalkan materi berupa tulang yang nanti akan berubah menjadi minyak! Jadi apakah hanya sebatas itu saja?” suara kak Nia terdengar sedih, terlalu banyak memikirkan penelitian dan penemuan kurasa otaknya mulai berpikir kelewat batas.

            “Memikirkan hal itu kurasa wajah bodoh kak Rifal tidak akan terlihat lagi, bukannya menjaga wajahnya itu adalah kewajiban kakak!” kak Nia hanya tertegun menatapku seolah dia mengerti apa yang kukatakan dan meresapi setiap kata itu di dalam kepalanya.

            “Kau selalu bisa berpikir dengan cara lain! Bahkan saat aku mengutarkan perasaanku saat ini dengan sebuah kode bahasa, kau bisa menjawabnya. Apa semua penulis bisa melakukan hal seperti itu?” wajah muram kak Nia kini berubah menjadi wajah lebih menyenangkan untuk dilihat.

            “Yang terpenting dari penulis adalah perasaan pembaca, tidak! Mungkin kami juga merasa pembaca harus mengetahui hasil jerih payah kami lewat kode – kode yang kami lontarkan di dalam tulisan!” Kak Nia tersenyum lebar, tidak ada yang mengerti jika mendengar dengan jelas isi percakapan kami. Bahkan aku pun merasa kak Nia tidak bercerita hal yang penting tentang apapun.

            “Kurasa hidup lebih lama tidak ada salahnya! Sampai aku melihat dramamu ke depannya!” kak Nia mulai beranjak berdiri entah kenapa moodnya terlihat lebih baik saat ini.

            “Drama yang akan dipentaskan?”

            “Bisa di bilang begitu!” setelah kata – kata itu kak Nia pergi dari kamarku, aku hanya bisa diam terpaku. Bukan tidak mengerti maksudnya, tapi mengobrol dengan kak Nia dalam keadaan serius seperti menguraikan rumus fisika tersulit.

No comments:

Post a Comment