Title : Last
Genre : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 10
Genre : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 10
Dan dia sendiri!
Menatap para anak seni yang menghias
panggung dengan berbagai pernak –pernik kemudian kembali lagi mengatur beberapa
kebutuhan drama tidak membuat kak Fahmi lelah, dia masih saja mengawasiku yang
mengatur vokal para pemain.
“Kau lebih cocok sebagai assiten
produksi dari pada penulis skanario!” suara kak Fahmi terlihat mengkhawatirkan,
aku tidak tahu harus menjawab apa saat ini. Tapi sebagai seorang adik kelas aku
hanya tersenyum mengangguk.
“Kami akan segera fokus pada ujian
setelah ini, tapi mungkin aku akan membuat video perpisahan nantinya!” suara
kak Fahmi terdengar seperti gurauan, tapi aku tidak tahu hal apa yang
membuatnya bergurau seperti itu.
“Bukannya bagus, kurasa hasil video
kakak akan cukup keren. Melihat pengaturan saat ini!” dia tersenyum mendengar
ucapanku, kuharap aku tidak salah dengan apa yang ku katakan. Aku akan menyesal
jika aku melakukan hal yang salah saat ini.
“Tapi di kelas tiga tidak ada yang
berbakat menulis sepertimu…” apakah dia memintaku mengurus sekanario film
terakhir yang akan dibuatnya untuk seluruh anak kelas tiga kurasa hal itu tidak
akan bijak.
“Ahh, itu tidak mungkin kak! Semuaa
orang memiliki porsi yang sama dalam hal bakat dan wadah!” aku tidak ingin
masuk dalam percakapan menyebalkan ini lebih jauh, tapi yang terdengar kemudian
tawa kak Fahmi.
“Hiraki naskah yang bagus, kurasa
itu akan sampai pada penonton. Tidak aku akan membuatnya sampai!” nada penuh
keyakinan atau bisa di bilang naif, aku tidak tahu. Tapi yang jelas orang ini
punya kemampuan untuk mewujudkan itu.
“Hiraki, kami alat yang bernyawa!”
“Apa maksudmu Elviana, kau tidak
harus seperti ini! Katakan padaku apa yang mereka lakukan!”
“Kami hanya ingin bebas, seperti
udara yang beredar! kesetaran yang kumaksud, Far!”
“Aku tidak mengerti, semua sama!”
“Tidak kau tidak mengerti, apa yang
kami rasakan berbeda!” itu adalah pembaca naskah yang bagus, dan Rika terlihat
menjiwai semuanya. Bahkan kak Fahmi yang duduk di sebelahku hanya bisa
tercengang.
“Hirarki akan jadi sejarah, An!” kata
– kata kak Fahmi yang aku anggap sebagai gurauan saja. Aku tidak akan peduli
jika itu jadi sejarah atau tidak, tapi aku akan berusaha semuanya bisa mengerti
dengan apa yang akan mereka lihat.
“OK, semuanya kita akan berlatih
lagi satu hari untuk besok! Jadi bereskan barang – barang kalian dan kita
pulang!” suara kak Fahmi kini memecahkan keheningan setelah pembaca dan latihan
gestur. Kami semua menghela nafas dan mulai membereskan barang – barang yang
ada.
“An, aku tidak tahu naskah ini
sebagus ini!” suara orang yang tidak kukenal kini membuatku menoleh mendapati
Kak Fira membuatku terdiam, biasanya dia selalu berbicara dengan nada sinis
padaku.
“Ehm terima kasih kak!” ucapku
gugup, aku tidak mau perempuan yang satu ini membuat masalah saat orang – orang
berkumpul sekarang.
“Apa – apaan wajah ketakutan begitu,
anggap saja aku jatuh cinta denganmu sekarang!” kata – kata itu memang
terdengar seperti bercanda tapi seluruh ruang menjadi hening dan hanya
terdengar kekehan kak Fira.
“Ahha, terima kasih atas pujiannya
kak!” suara ku mungkin terasa aneh saat ini, tapi situasi yang kualami bahkan
jauh lebih aneh dari yang kuduga. Semua mata mangarhakan sorot matanya padaku,
termasuk juga Rika yang terlihat meminta penjelasan.
“Kalau begini kau melakukan kerja
bagus aku tidak akan melakukan apapun padamu-“
“Ok kak aku mau pulang!” ucapku
segera bergegas berjalan lebih cepat, aku tidak mau menjadi tontonan seluruh
orang sekarang.
“An! Tunggu!” suara Rika yang
terdengar kehabisan nafas kini berjalan ke arahku wajahnya yang terlihat
penasaran kini menatapku ragu.
“Apa?” ucapku membuat Rika menarik
nafas dalam – dalam.
“Kita pulang bareng ya!” aku
mengangguk setuju membuat Rika kini berjalan berdampingan denganku. Dia tidak
memberikan suara apapun bahkan untuk berusaha bertanya, wanita yang sulit
dimengerti.
“Apa kak Nia baik – baik saja?”
suara Rika terdengar mencoba mengalihkan suasana yang tidak enak, aku kini
meliriknya seklisa kemudian mengambil nafas dalam – dalam.
“Aku benci caramu bersikap dan
menyembunyikan semua yang kau mau!” setelah mengatakan itu aku mempercepat
langkah dan tidak peduli Rika yang mulai memanggilku dengan kesal.
“Aku benar – benar benci wanita
seperti dia!” aku bergumam seperti itu hingga mencapai asrama dan masuk ke
dalam kamar. Aku benar – benar benci wanita itu.
No comments:
Post a Comment