blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Wednesday, 7 January 2015

Makes She Fall in Love chapter 5

Title    : Makes She Fall in Love
Genre  :School, Psychological, Romance
Author : Liyando 
Chapter: Misi 5 Memulai kencan
            Langit malam dikotaku adalah langit yang indah karena kami berada diujung  barat, bintang –bintang yang terlihat berkilauan seiring dengan bulan yang ikut menyinarinya membuat suasana malam ini semakin, yah semakin baik untuk melanjutkan misi berikutnya.

            “Erika….” Suara kecil ang terdengar dari bibir tipisnya membuatku segera menoleh ke asal suara itu, wajahnya yang bersemu merah membuatku menjadi semakin bingung. Tapi untuk kali ini badanya tidak lagi gemetaran, mungkin tawa yang disembunyianya tadi membuat badannya cukup rileks.

            “Iya, ada apa dengan Erika?” ucapku membuat kini menoleh kepadaku dan menghentikan langka kakinya, membuatku ikut menghentikan langkah kakiku.

            “Nggak apa – apa!” ucapnya menggelengkan kepala kemudian berjalan pergi meninggalkanku dengan cepat. Kearah kerumunan orangg yang sedang menikmati malam, ya tradisi di kotaku jika awal febuari akan diadakan festival pembangunan dimana akan berdiri banyak sekali stan – stan yang menyediakan banyak hal.

            “Hey, nanti bisa terpisah!” ucapku menarik tangannya pelan, hampir saja aku kehilang perempuan sombong ini, jika kehilangan rencanaku malam ini akan gagal total. Perempuan ini terdiam dan saat dia membalik wajahnya yang kudapati bukan wajah angkuh Rika melainkan orang yang gak ku kenal.

            “Maaf sepertinya ssaya salah orang!” ucapku bergegas pergi mencari gadis sombong itu, bagaimana mungkin dia bisa menghilang dengan cepat.

            Mencari seorang gadis diantara kerumuan orang seperti ini adalah hal yang bias kubilang sangat kubenci. Bagaimana gadis sombong itu bisa tersesat?

            “Ya ampun!!” kini aku menemukan dia sedang duduk diantara pepohonan rindang sambil terus meneliti orang – orang yang berlalu lalang. Wajahnya yang gelisah dan matanya yang sembab membuatku sedikit iba melihatnya.

            “Apa kamu baik – baik saja?” ucapku kini wajahnya sembab itu berhambur kepelukanku.

            “Aku takut Ju!” ucapnya membuatku kepalaku sedikit teringat dengan gadis kecil yang dulu pernah bermain bersamaku, gadis itu selalu memanggilku “Ju” gadis dengan senyum cerianya, gadis dengan tawa bahagia, dan gadis yang ikut menangis saat kelinci di taman kanak – kanak mati. Apa gadis itu Rika?

            “Apa gadis itu kau?” ucapku membuat Rika segera menghentikan aksi memeluknya, lalu mundur beberapa langkah.

            “Maksudmu apa?” ucapnya dengan nada yang dingin, seolah suara itu bahkan mempertegasnya jangan menanyakan lagi.

            Tapi semakin aku melihat Rika, semakin mempertegas bahwa dia dan gadis kecil dulu sangat bertolak belakang. Pribadi yang manis dan Garang, gadis yang selalu tersenyum dan cemberut sejati. Sungguh bertolak belangkang. Tapi wajah mereka sangat mirip atau hanya kebetulan membuatku semakin kebingungan.

            “Lupakan saja, aku salah orang!” ucapku membuat mata gadis sombong ini semakin penasaran.

            “Hah! Salah orang!” oh sekarang nada kesalnya sudah naik beberapa oktaf, untuk ukuran seorang yang baru menangis suara argonnya itu membuatku kesal.

            “Yah aku ingin seseorang dulu yang mirip denganmu dan tanpak aku salah orang!” sekarang gadis sombong ini malah gemetaran mendengar ucapanku. Apa ada yang salah dengan kata – kataku. Atau hanya aku yang salah mengartikan gerak – geriknya.

            “Bisa kita pulang, aku gerah disini!” mataku melotot mendengar ucapnnya barusan. Tidak – tidak ini tidak boleh terjadi aku harus mencari cara agar perempuan ini tidak terliihat bosan.

            “Kamu sudah makan?” ucapku berusaha seceria mungkin tentu saja ditambah sedikit senyuman ala juan.

            Tapi mata gadis sombong ini seolah mengatakan senyum ceriaku adalah bagian terburuk dari dunia ini. Bisa kujelaskan tatapan intimidasinya membuat sedikit keringat di pelipisku jatuh, itu tatapan yang enar- benar dingin.

            “Apa kamu mengajaku ke sini hanya untuk makan?” ahh, aku tidak tahan dengan komunikasi satu arah ini. Tanpa menjawab pertanyaan aku menggenggam tangan gadis sombong ini masuk ke dalam kerumunan orang dan berjalan lurus ke depan setidaknya menurut prediksiku gadis ini akan menyukainya.

            “Kemana kau membawaku, kubilang kau mau pulang!” ucapnya setengah berteriak membuat seluruh pengujung festival melihat kearahku dengan tatapan curiga.

            “Tenanglah, kau pasti menyukainnya!” kataku berbisik, gadis sombong ini kembali menekuk wajah saat aku mulai berjalan lagi.

            Sebuah stan bertenda biru dengan pernak – pernik yang berwarna – warni. Ada beberapa kelinci dan anak kucing di dalamnya untuk meramaikan stan. Erika memeng membeci anak kucing tapi kata beberapa majalah yang kubaca secara sepintas rata-rata penyuka hewan adalah gadis – gadis yang terlihat sinis.

            “Imutnya!” Erika tersenyum senang sambil membelai kepala anak kucing tadi. Tuh kan sudah kubilang dia menyukainya.

            “Kita jadi pulang?” ucapku membuat matanya mendelik tajam.

            “Ok berarti gak jadi!” ucapku berbicara tenang pada diriku sendiri.

            “Juan, lo Juan kan yampun!” seorang pria dengan pakaian casual dan mengikuti arus modern memeluk dengan erat. Aku tidak pernah rasanya berteman dengan orang mirip model ini.

            “Siapa?!” ucapku kebingungan tapii laki – laki ini malah terkekeh. Hey aku bukan homo jangan tunjukan wajah menyeramkan seperti itu.

            “Kau gak kenal aku, ini aku Fino!” wow, nama yang anti mainstream untuk seorang laki – laki. Lebih cocok nama itu mirip obat atau sejenisnya.

            “Aaah, aku ttidak ingat!” ucapku membuatnya sedikit kecewa, tapi jujur aku tidak pernah mengenal orang dengan penampilan model macam dia.

            “Tentu saja, kita tidak betemu lama. Dulu kita bertiga sering bermain dengan Ika waktu di TK. Apa kamu tahu dimana Ika sekarang?!” ucapnya membuat aku terdiam sebentar. Aku merasa tidak asing dengan nama itu tapi entah kenapa saat Fino menyebutkannya aku malah melihat gadis sombong yang ada di sampingku dengan pandangan curiga.

            “Ika?” ucap Fino kini melihat Rika dengan pandangan memastikan. Jangan – jangan gadis ini!

No comments:

Post a Comment