blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Saturday 26 September 2015

Stay In For Me Chapter 4

Title    : Stay In For Me(Tetap di dalam untuk ku)
Genre  : School, Romance, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 04
Bagian yang menarik
            Langkah kakiku terasa berat karena sorot mata orang – orang seakan mengatakan kalau diriku adalah penjahat yang baru saja keluar dari dalam penjara. Bukan tatapan itu memang tidak mengarah padaku langsung tapi pada gadis mesum ini.

            “Wow, kau seperti seorang seleberitis, Riki!” suara Eri membuatku kini berbalik dan menatapnya kesal, bagaimana mungkin perempuan ini tidak sadar bahwa objek perhatian berpusat padanya.

            “Dengar ya, lurus saja kau akan melihat ruang guru dengan plat gantung berwarna merah!” tidak ada membantah sedikitpun Eri akhirnya berjalan juga tapi beberapa langkah dia berjalan dia melangkah lagi mendatangiku.

            “Aku tidak bisa!” pekiknya seolah ketakutan, sedikit menghela nafas aku segera menarik tangannya dan berjalan lebih cepat menerobos kerumunan orang – orang yang penasaran dan sialnya Rama kutemukan dalam kerumunan itu.

            Tanpa sadar aku berhenti membuat semua kerumunan orang – orang yang penasaran menjadi lebih banyak. Kenapa mereka begitu heran karena gadis mesum yang baru pertama kali mereka lihat ini.

            “Riki?”  suara Eri menyadarkan lamuanku dan segera menatapnya tajam.

            “Tidak ada, bentar lagi bel kita harus cepat!” ucapku berjalan lagi dan tidak menghiraukan Rama yang berada di dalam kerumunan itu.

            “Kau terlihat seperti punya banyak masalah?” aku menggeleng kepala pelan, tidak mungkin aku mengatakan masalahku pada Eri saat ini.

            “Itu ruangnya, kau tinggal masuk saja. Karena aku akan kelas. Kurasa guru bakal mengantarmu ke kelas nantinya!” setelah aku berucap begitu, aku meninggalkan Eri di depan ruang guru dan segera bergegas ke kelas.

            “Riki! Aku melihat ada cewek canti disini! Siapa yang mereka maksud!” Ari berlari dari kelas dengan keringat yang bercucuran.

            “Gadis yang kemarin kau lihat!” ucapku santai membuat Ari melongo.

            “Hah? Kau tidak asik!” Ari terlihat menyerah bertanya elbih lanjut entah apa alasannya membuatku sedikit penasaran.

            “Kau tidak penasaran?” Ari kini sedikit mendelik mendengar pertanyaanku.

            “Tentu saja, tapi melihat gadis itu kemarin! Aku jadi sedikit kesal. Mana mungkin dia akan tertarik padaku setelah melihatmu!” suara Ari terlihat mendengar ucapanku barusan. Sebenarnya ada apa dengan diriku.

            “Emang aku ini apa?” Ari mengacuhkan pertanyaanku dan pergi meninggalku yang kebingungan di lorong.

            “Kita perlu bicara!” suara Diana membuatku terdiam, sial kenapa disaat seperti ini aku harus bertemu dia.

            “Kalau Rama aku baru lihat-“

            “Ini bukan tentang dia! Aku perlu bicara!” suara Diana meninggi dua oktaf tapi beberapa orang yang terfokus pada Eri tidak menghiraukan aku dan Diana.

            “Dikantin! Kurasa masih ada waktu sepuluh menit sebelum masuk!” aku mengangguk dengan kata –akta Diana, gadis itu berjalan lebih dulu dihadapanku, entah kenapa aku memiliki perasaan aneh saat ini.

            “Gadis itu siapa? Bukannya kau mengatakan tidak memiliki siapapun?”

            “Hah? Maksudmu Eri!” ucapku membuat Diana mengangguk ragu, mungkin dia masih belum tahu siapa Eri itu.

            “Keluarga kami berteman dan dia pindah karena masalah keluarga, dari Jakarta!”

            “BANG!!!” Dia memukul mejanya dengan wajah tidak terima.

            “Jangan mengada – ngada, buat apa dia pindah ke kota kecil seperti ini!”

            “Apa urusanmu? Sudahlah kita tidak memilik hal apa – apa, bahkan setelah kau menghancurkan semuanya!” walaupun aku sedikit marah, aku berusaha mengucapkan kata – kata itu dengan tenang.

            “Aku sudah putus! Kita bisa bersama seperti apa yang kita mau!” itu adalah suara kepanikan Diana yang terdengar pelan dan hanya aku yang bisa mendengarnya.

            “Itu kemauanmu, sejak awal aku tidak berniat pacaran atau hal apapun yang berbau romantis. Karena kesalah pahaman itu, aku jadi seperti ini!” Diana terlihat lemah untuk membuka mulutnya, sepertinya apa yang kukatakan terlalu membekas sekarang, tapi kurasa tidak ada cara lain.

            Aku melangkah pergi meninggalkan Diana dengan pandangan kosongnya itu, kemudian berakhir di kelas dengan orang – orang yang sibuk dengan percakapan mereka. Memilih berjalan ke arah kursi yang kurindukan. Aku segera duduk dan merabahkan kepalaku di atas meja.

            “Semuanya melelahkan!”

No comments:

Post a Comment