Title : Stay In For Me(Tetap di
dalam untuk ku)
Genre : School, Romance, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 04
Bagian yang menarik
Langkah kakiku terasa berat karena sorot
mata orang – orang seakan mengatakan kalau diriku adalah penjahat yang baru
saja keluar dari dalam penjara. Bukan tatapan itu memang tidak mengarah padaku
langsung tapi pada gadis mesum ini.
“Wow, kau seperti seorang
seleberitis, Riki!” suara Eri membuatku kini berbalik dan menatapnya kesal,
bagaimana mungkin perempuan ini tidak sadar bahwa objek perhatian berpusat
padanya.
“Dengar ya, lurus saja kau akan
melihat ruang guru dengan plat gantung berwarna merah!” tidak ada membantah
sedikitpun Eri akhirnya berjalan juga tapi beberapa langkah dia berjalan dia
melangkah lagi mendatangiku.
“Aku tidak bisa!” pekiknya seolah
ketakutan, sedikit menghela nafas aku segera menarik tangannya dan berjalan
lebih cepat menerobos kerumunan orang – orang yang penasaran dan sialnya Rama
kutemukan dalam kerumunan itu.
Tanpa sadar aku berhenti membuat
semua kerumunan orang – orang yang penasaran menjadi lebih banyak. Kenapa
mereka begitu heran karena gadis mesum yang baru pertama kali mereka lihat ini.
“Riki?” suara Eri menyadarkan lamuanku dan segera
menatapnya tajam.
“Tidak ada, bentar lagi bel kita
harus cepat!” ucapku berjalan lagi dan tidak menghiraukan Rama yang berada di
dalam kerumunan itu.
“Kau terlihat seperti punya banyak
masalah?” aku menggeleng kepala pelan, tidak mungkin aku mengatakan masalahku
pada Eri saat ini.
“Itu ruangnya, kau tinggal masuk
saja. Karena aku akan kelas. Kurasa guru bakal mengantarmu ke kelas nantinya!”
setelah aku berucap begitu, aku meninggalkan Eri di depan ruang guru dan segera
bergegas ke kelas.
“Riki! Aku melihat ada cewek canti
disini! Siapa yang mereka maksud!” Ari berlari dari kelas dengan keringat yang
bercucuran.
“Gadis yang kemarin kau lihat!”
ucapku santai membuat Ari melongo.
“Hah? Kau tidak asik!” Ari terlihat
menyerah bertanya elbih lanjut entah apa alasannya membuatku sedikit penasaran.
“Kau tidak penasaran?” Ari kini
sedikit mendelik mendengar pertanyaanku.
“Tentu saja, tapi melihat gadis itu
kemarin! Aku jadi sedikit kesal. Mana mungkin dia akan tertarik padaku setelah
melihatmu!” suara Ari terlihat mendengar ucapanku barusan. Sebenarnya ada apa
dengan diriku.
“Emang aku ini apa?” Ari mengacuhkan
pertanyaanku dan pergi meninggalku yang kebingungan di lorong.
“Kita perlu bicara!” suara Diana
membuatku terdiam, sial kenapa disaat seperti ini aku harus bertemu dia.
“Kalau Rama aku baru lihat-“
“Ini bukan tentang dia! Aku perlu
bicara!” suara Diana meninggi dua oktaf tapi beberapa orang yang terfokus pada
Eri tidak menghiraukan aku dan Diana.
“Dikantin! Kurasa masih ada waktu
sepuluh menit sebelum masuk!” aku mengangguk dengan kata –akta Diana, gadis itu
berjalan lebih dulu dihadapanku, entah kenapa aku memiliki perasaan aneh saat
ini.
“Gadis itu siapa? Bukannya kau
mengatakan tidak memiliki siapapun?”
“Hah? Maksudmu Eri!” ucapku membuat
Diana mengangguk ragu, mungkin dia masih belum tahu siapa Eri itu.
“Keluarga kami berteman dan dia
pindah karena masalah keluarga, dari Jakarta!”
“BANG!!!” Dia memukul mejanya dengan
wajah tidak terima.
“Jangan mengada – ngada, buat apa
dia pindah ke kota kecil seperti ini!”
“Apa urusanmu? Sudahlah kita tidak
memilik hal apa – apa, bahkan setelah kau menghancurkan semuanya!” walaupun aku
sedikit marah, aku berusaha mengucapkan kata – kata itu dengan tenang.
“Aku sudah putus! Kita bisa bersama
seperti apa yang kita mau!” itu adalah suara kepanikan Diana yang terdengar
pelan dan hanya aku yang bisa mendengarnya.
“Itu kemauanmu, sejak awal aku tidak
berniat pacaran atau hal apapun yang berbau romantis. Karena kesalah pahaman
itu, aku jadi seperti ini!” Diana terlihat lemah untuk membuka mulutnya,
sepertinya apa yang kukatakan terlalu membekas sekarang, tapi kurasa tidak ada cara
lain.
Aku melangkah pergi meninggalkan
Diana dengan pandangan kosongnya itu, kemudian berakhir di kelas dengan orang –
orang yang sibuk dengan percakapan mereka. Memilih berjalan ke arah kursi yang
kurindukan. Aku segera duduk dan merabahkan kepalaku di atas meja.
“Semuanya melelahkan!”
No comments:
Post a Comment