blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Tuesday 10 December 2013

Last Bab 1 Secarik perkenalan

Title    : Last
Genre  : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 01
Secarik Perkenalan
Beberapa orang memiliki prinsip yang berbeda, mulai dari memandang alur kehidupan hingga memandang akhir dari perjalan. Setiap pasang mata, juga memiliki kisah hidupnya masing – masing, mulai dari sedih hingga bahagia. Tapi bagaimana dengan orang yang tidak memiliki ketertarikan dengan hal itu, mungkin dunianya akan sehitam langit malam.

            Kali ini aku memulai topik ringan semacam ini di dalam ruangan dengan latar siang menerangi ruang ini, cahaya yang masuk mungkin akan terasa membakar jika aku berada dekat dengan jendela.

            “Aku tidak mengerti!” Kak Rifal teman satu asramaku memandang dengan wajah bingung dari balik bola matanya yang terlihat polos, atau bisa di katakan sedikit bodoh.

‘Yah, abaikan mari kita lihat pendapat yang lain.’ aku berkata pelan dari dalam hatiku berharap mereka mengerti apa yang ku katakan.

“Ini terdengar seperti topik orang dewasa!” Bu siska berkata dengan nada  sedikit pelan, tapi cukup bagi ku untuk mendengarnya.

‘Bukannya, aku tidak paham, apakah guru ini tidak sadar dengan umurnya yang menginjak 25 tahun atau pura – pura berdalih dengan paparan yang kuberikan. Tapi aku rasa aku akan mengabaikan pedapatnya juga.’ aku berkata pelan kemudian memandang orang yang terakhir bisa di mintai pendapat.

“Hmm!!!” Kak Nia bergumam kecil, kemudian membuat jeda cukup  lama, hingga membuat kami bertiga menjadi cukup penasaran.

“Mungkin gak akan ada! maksudku, orang matilah yang tidak memikirkan hal itu ? Kak Nia berkata dengan warna wajah yang berseri.  Memang pedapatnya tidak salah, tapi membuat kami frustasi setelah mendengarnya adalah wajah terburuk lainnya dari Nia.

“Terima kasih, walau tidak begitu membantu!” aku berkata pelan kemudian mengambil kertas yang sudah ku siapkan untuk mencatat semua pendapat mereka. Tapi  kertas itu tidak jadi kugunakan dengan pendapat tak masuk akal itu.

“Berusahalah untuk naskahmu!” Bu Siska berkata dengan nada seorang guru walau beliau sendiri mengatakan hal yang berbau dewasa belum mencapai dirinya saat ini.

Aku tersenyum kecut, kemudian masuk kedalam kamar asramaku yang hanya memiliki satu kasur dengan meja kecil serta, poster pahlawan super yang melekat di dindingnya walau sebenarnya aku sudah cukup dewasa untuk bisa berkata ‘pahlawan super hanya khayalan yang di munculkan, agar para anak kecil bisa berlagak layaknya orang gila’ yah, semacam hal itu atau lainnya.

Sebenarnya asrama ini  memang cukup besar untuk menampung 10 siswa laki – laki dan 10 siswi perempuan, tapi membayangkan tujuan asrama ini di bangun kau tidak akan bisa mencapai siswa dengan jumlah lebih dari 10 orang.

Tujuan asrama di bangun untuk orang yang memiliki bakat yang berada di atas rata – rata dalam bidang akademik, seni, satra dan olahraga. Selama kau memiliki beberap perangkat piala atau sejenisnya kau bisa masuk kedalam asrama ini dengan biaya gratis. Tapi jangan berhenti di situ, kau harus memiliki mental yang cukup untuk biasa berhadap dengan orang setengah manusia. Setengah manusia maksudnya di sini adalah para penghuninya yang kelewat waras bukan kurang waras.

Rifal Dewantara, siswa kelas 12 ini memiliki prestasi olahraga yang bisa di katakan gila, pemegang mendali emas tahun ini dalam bidang karate, tapi prestasi akademiknya yang buruk membuatnya terlihat seperti gumpalan otot di banding seorang siswa SMA. Sikapnya yang kurang baik juga menjadi nilai buruk orang ini, mungkin karena alasan tertentu sekolah ini masih mempertahankan siswa yang menyerupai monster ini.

Nia Karina,  siswi kelas 12 ini bisa di katakan jenius, tak terhitung berapa kali dia memenangkan olimpiade dan beberapa kali dia mematahkan semangat para pelajar dengan hanya mengunakan otaknya yang encer, nilai yang hampir sempurna kecuali olahraga merupakan nilai baik darinya. Tapi eksperesinya yang kelewat polos dan emosi yang yang kurang merupakan nilai kurang dari kakak kelasku ini.

            Bu Siska, bisa di katakan guru berumur 25 tahun ini adalah. Guru dengan tingkat kemalasan di atas beruang kutub yang sedang hirbernasi. Pekerjaan sebagai pembimbing kami kadang bisa di katakan tidak pernah. Membuatku  harus bisa menahan sedikit amarah yang terkumpul di saat guru ini menyuruhku dengan arogan tanpa mengucapakan kata tolong.

            Dan aku sendiri Andi Gautama, siswa dengan hal yang bisa, kecuali dengan satra membuatku menekam di tempat kumpulan orang gila setelah uang kerja paruh waktuku tidak sanggup membayar asrama reguler.

            “Buar – buar!!” Bu Siska mengedor kamarku setelah pagi minggu menjelang matahari terbit. Dengan setengah kesalku buka pintu yang tidak berkunci ini dan mendapati guru ini masih mengenakan piyama tidurnya.

            “Ada apa bu?” Aku berkat pelan, tapi guru ini malah mendelik.

            “Maksudnya, ada apa kak?” guru ini kembali tersenyum dengan wajah tersipu.

            ‘Kau menipu dirimu dengan wajah tersipu seperti, ayolah tante tua. Kau harus belajar mengenai waktu, karena umur  tidak mungkin selalu muda!’ aku berkat dalam hati, mungkin kalau ucapan ini keluar aku akan di jadikan daging cincang untuk makan pagi ini.

            “Bisa jemput adiku” Bu Siska berkata dengan manis.

            “Gak, aku mau-“ mata Bu Siska kembali melotot dengan tajamnya, membuatku sedikit tercekat untuk menyelesaikan kalimat penolakanku.

            “Bukanya masih ada Kak Rifal atau Kak Nia ?” aku berkata lagi dengan sedikit pelan.

            “Rifal sedang lari, sedangkan Nia sedang sibuk dengan soal yang tidak bisaku pecahkan sendiri. Jadi hanya kau yang nganggur!” Bu Siska ini berkata dengan nada jengkelnya.

            ‘Tunggu dulu, bukanya seharusnya aku yang jengkel karena guru ini membangunkan dan bahkan menyuruh dengan arogan’ aku berkata dalam hati membuat guru ini segera menegurku dengan suara hentakan kakinya.

            “Baik aku akan ke sana kak maksudku bu!” Aku berkata dengan nada ringan dan kembali masuk kedalam untuk bersiap.

            “Kau pergi tanpa mandi, menjijikan sekali” Bu siska berkata dengan nada kritikalnya.

            “Aku sudah mandi bahkan sebelum ibu bangun!” aku berkata dengan nada kesal, bu Siska hanya menanggapinya dengan  ‘cih’ yang membuat ku makin jengkel.

            Namanya, Rika. Tentu saja dengan 2 huruf vokal!

            “Tentu saja, aku tahu. Memangnya apa gunanya mendali emas yang ku dapatkan di bidang karya tulis sastra”

            “Hiasan dinding?

            “Jangan di jawab, sekarang bisa kakak berikan sesuatu yang bisa membuatku ingat!” aku berkata dengan kesal.

            Bu siska memberika sebuah foto dengan wajah perempuan dengan warna kulit putih pucat, hampir mendekati albino, dengan rambut pirang panjang yang terurai di keliling oleh salju putih, membuatnya tampak anggun.

            “Tunggu dulu, ini foto anak berumur 3 tahun. Bagaimana dia bisa naik angkutan sendiri!” aku berkata dengan nada kesal bu siska kembali mengeluarkan suara “cih’ membuatku menjadi seorang yang bodoh jika berhadapan dengannya.

            “Fotonya 12 tahun yang lalu!” bu siska berucap dengan bangga dengan senyum idiot di wajahnya.

            “Aku butuh sesuatu yang sekarang, agar tidak salah orang!” aku berkata dengan nada kesal, sedangkan  bu siska kembali ke wajah jengkelnya lagi.

            “Ini!” dia menunjukan, foto gadis remaja yang hampir seusia denganku. Membuat mata ini sedikit terkejut dengan kecantikannya.

            “Kemana aku harus menjemput?

            “Bandara jam 9 ini!

            “Ini sudah jam 9, apa ibu pernah memperhitungkan sebelumnya!” aku berkata kesal kemudian, mengambil kunci motor yang ada. Dan bergegas pergi.

            “Pakai Taxi saja, ku dengar dia membawa koper dan beberapa barang!” Bu siska menyodorkan uang 20 ribu pada ku.

            “Ini bahkan tidak cukup untuk pulang pergi naik busway!” aku berkata jengkel, bu Siska berkata “cih” lagi dan membuat ku semakin jengkel dengan gaya bicaranya.

            Cukup?” ucapnya memberikan uang 150 ribu lagi.

            “Iya!” ucapku pelan kemudian bergegas pergi.

Bandara yang di penuhi oleh orang – orang yang berlalu lalang membuat ku sedikit kesal, sebenarnya aku sangat tidak menyukai tempat yang ramai dan riuh seperti ini, gara – gara guru menyebalkan itu aku harus. Datang dan mencari perempuan yang tidak tahu dari mana asal keberangkatanya datang, bahkan pencarian yang melelahkan ini membuat ku sakit kepala hingga aku terduduk diantara mesin penjualan yang minuman dengan model warna – warni.

Aku meminum kembali, sambil memperhatikan orang yang lalu lalang dengan, berharap perempuan dengan foto yang kupegang ini seseorang dari kerumunan ini bisa mirip dan menyelesaikan pencarian ku yang melelahkan.

“Ano, kapan kita pulang?” perempuan yang entah dari mana datangnya tiba – tiba berada sampingku membuatku sedikit terkejut, dia mengenakan dress selut dan juga menyeret koper yang ukurannya sedang.

“Kamu, Rika?” aku berkata pelan, dan berusaha menahan amarahku agar tidak keluar karena mendapati perempuan yang ku cari duduk manis di sampingku dari tadi.

“Iya, Rika Natsyra! Rika terdengar cukup sulit dia mengucapkan nama belakanya, tapi itu tidak membuat kekesal ku hilang dalam hitungan detik.

“Sejak kapan, kau berada di dekat ku?” aku bertanya lagi.

“20 menit yang lalu!” Rika berkata dengan nada cerianya.

“KENAPA KAU TIDAK BILANG DARI TADI, KAU MEMBUAT KU GILA!!” aku berkata keras hingga seluruh orang di bandara melihatku dengan tatapa bertanya kemudian kembali ke aktivitas mereka masing – masing, dan Rika malah menatap ku dengan tatap kesal.

“Ku kira kau walet yang, yang di sewa Kak Siska ?” Rika berkata pelan dengan reaksi ceria dari kedua bola matanya. Entah kenapa saat melihatnya aku jadi berpikir tentang jamur ceria atau sejenisnya yang membuatnya menjadi seperti ini.

“Bagaian mana dari aku, yang kau kira walet ?” aku berkata kesal Rika memperhatikan ku dengan seksama kemudian mengeleng.

“Gak tahu!” ucapnya bingung.

“Lalu kenapa kau mengira aku walet!” ucap ku menahan amarah.

“Wajahmu berkeringat kemudian kau memegang fotoku seperti orang mesum!” ucapnya polos.

“Tunggu dulu bisa kau potong bagian mesumnya!” aku berkata dengan nada kesal.

“Gak bisa, aku hanya bilang jujur!” Rika berkata dengan sikap egois layaknya anak – anak.

“Jangan bilang mesum pada orang yang baru kau temui!” Aku berkata nyaring, Rika malah tertawa.

“Sudahlah, jangan membuat lelucon yang tidak lucu, jadi kita kapan pulang?” ucapnya bertanya padaku dengan wajah polosnya lagi.

“Hey aku punya nama, Nama ku Andi!” ucapku kesal.

“Oh, jadi kapan kita pulang, mesum!” Rika berkata lagi, aku menjadi frustasi mendengarnya, perempuan ini bahkan tidak mengerti dengan ariti sebuah nama.

“Sekarang!” ucap ku kesal Rika menyodorkan tasnya.

“Apa?” ucapku tidak mengerti.

“Kau laki – laki, jadi tugas laki – laki membantu perempuan.” ucapnya dengan nada suara seorang guru yang menjelskan secara monoton dan membuat muridnya tidur dalam hitungan detik.

“Kau bawa sendiri bukanya itu tasmu. Lagipula kalian para wanita sudah mengadakan Reformasi gender semua makhuk di dunia ini sama baik laki – laki maupun perempuan!” ucapku dengan nada kesal karena dari tadi di panggil mesum.

“Jadi kau selain mesum, juga orang yang sadis. Aku jadi berpikir seberapa buruknya kau memperlakukan pacarmu, atau jangan – jangan kau tidak memiliki pacar ?” Rika berucap dengan nada polosnya layaknya anak kecil.

Memang itu tidak seperti sebuah penghinaan, tapi mendengar kata – kata. Seperti itu keluar dari mulutnya membuatku jengkel dan kesal bercampur rasa malu. Aku segera mengambil kopernya dan meletaknya di bahuku.

“Sekarang, kita cari taksi, Kritikus!” ucap ku kesal, tapi wajah Rika tidak menunjukan kekesal membuatku makin kesal karena perlakuannya.

“Berapa lama, kita sampai, mesum?  Rika berkata lagi dengan nada polosnya.

“30 menit, jangan panggil aku mesum!

“baik, mesum!

“Kubilang jangan panggil aku mesum!

“Ok, mesum!

“Kubilang jangan-, sudah lah. Panggil aku sesukamu!

“Ok, mesum!” ucap Rika, yang membuat ku kesal.

Aku akan semakin gila jika tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, jika orang aneh ini masuk lagi ke asrama itu. Maka duniaku akan benar – benar menjadi gelap dengan masa depan super suram. Setelah beberapa detik, aku bermain dalam pikiran ku sendiri, Rika sudah terjatuh ke atas bahu ku sambi tertidur.

“Istrinya, cantik yah Mas, walau manggil suaminya, mesum?  supir taksi yang ku tumpangi berkomentar sambil terkekeh dan apa maksudnya istri menjijikan.

“Dia, makhluk astral, bukan istri ku pak!” aku berkata sedikit jengkel. Supir taksi ini malah terkekeh kecil. Bersama jatuhnya Rika ke atas paha ku.

“Kalau bukan siapa – siapa, kenapa jadi mesra seperti itu!” Supir taksi ini berkata lagi dengan nada menggodanya.

‘Sungguh orang tua ini tidak mengerti perbedaan antara mesra dan benci!’ ucapku jengkel dalam hati, sebelum taksi ini merapat ke asrama yang ku tempati saat ini.

Wah, Rika, bagaimana perjalanmu?” Bu siska sudah berada di depan menyambut adiknya yang entah anak dari siapa ini, sambil memeluknya dengan erat.

“Perjalanannya menyenangkan, tapi tidak untuk yang jemputanya. Si mesum itu, selalu naik darah” Rika berkata dengan nada ceria, Bu siska langsung memberikan tatapan tajamnya ke arah ku.

“Mesum?” ucap bu siska memandangku.

“Benar, benar si mesum ini!” ucap Rika menunjukan jarinya ke wajahku.

“Bukan, aku tidak melakukan apa – apa!” aku berkata dengan nada keras dan langsung lari ke kamarku.

“Hey keluar kau Andi!” Bu Siska berteriak dengan keras, jika aku tidak membuka pintu . Aku akan mati tapi jika aku membuka pintu masih ada kemungkinan selamat.

“Krrek!!” pintu ku buka dengan pelan Bu siska melihatku dengan tatapan tajam dari kedua bola mata warna coklatnya.

“Kembaliannya mana?” Bu Siska berkata dengan nada jengkel.

“Eh kembalian?
“Iya, kembali yang tadi!

“Oh, ini!” ucap ku kemudian masuk ke kamar dengan tenang.

“Ternyata guru aneh itu tidak, memikirkan apa pun setidaknya, aku selamat dari kemarahannya!” aku bergumam pelan dan kembali tidur.

2 comments: