Title : Last
Genre : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 01
Secarik
Perkenalan
Beberapa
orang memiliki prinsip yang berbeda, mulai dari memandang alur kehidupan hingga
memandang akhir dari perjalan. Setiap pasang mata, juga memiliki kisah hidupnya
masing – masing, mulai dari sedih hingga bahagia. Tapi bagaimana dengan orang yang
tidak memiliki ketertarikan dengan hal itu, mungkin dunianya akan sehitam
langit malam.
Kali ini aku memulai topik ringan
semacam ini di dalam ruangan dengan latar siang menerangi ruang ini, cahaya
yang masuk mungkin akan terasa membakar jika aku berada dekat dengan jendela.
“Aku tidak mengerti!” Kak Rifal teman satu
asramaku memandang dengan wajah bingung dari balik bola matanya yang terlihat
polos, atau bisa di katakan sedikit bodoh.
‘Yah,
abaikan mari kita lihat pendapat yang lain.’
aku berkata pelan dari dalam hatiku berharap mereka mengerti apa yang ku
katakan.
“Ini
terdengar seperti topik orang dewasa!”
Bu siska berkata dengan nada sedikit
pelan, tapi cukup bagi ku untuk mendengarnya.
‘Bukannya,
aku tidak paham, apakah guru ini tidak sadar dengan umurnya yang menginjak 25
tahun atau pura – pura berdalih dengan paparan yang kuberikan. Tapi aku rasa
aku akan mengabaikan pedapatnya juga.’
aku berkata pelan kemudian memandang orang yang terakhir bisa di mintai
pendapat.
“Hmm!!!” Kak Nia bergumam
kecil, kemudian membuat jeda cukup lama,
hingga membuat kami bertiga menjadi cukup penasaran.
“Mungkin
gak akan ada! maksudku, orang matilah yang tidak memikirkan hal itu ?” Kak Nia berkata dengan
warna wajah yang berseri. Memang
pedapatnya tidak salah, tapi membuat kami frustasi setelah mendengarnya adalah
wajah terburuk lainnya dari Nia.
“Terima
kasih, walau tidak begitu membantu!”
aku berkata pelan kemudian mengambil kertas yang sudah ku siapkan untuk
mencatat semua pendapat mereka. Tapi
kertas itu tidak jadi kugunakan dengan pendapat tak masuk akal itu.
“Berusahalah
untuk naskahmu!”
Bu Siska berkata dengan nada seorang guru walau beliau sendiri mengatakan hal
yang berbau dewasa belum mencapai dirinya saat ini.
Aku
tersenyum kecut, kemudian masuk kedalam kamar asramaku yang hanya memiliki satu
kasur dengan meja kecil serta, poster pahlawan super yang melekat di dindingnya
walau sebenarnya aku sudah cukup dewasa untuk bisa berkata ‘pahlawan super
hanya khayalan yang di munculkan,
agar para anak kecil bisa berlagak layaknya orang gila’ yah, semacam hal itu
atau lainnya.
Sebenarnya
asrama ini memang cukup besar untuk
menampung 10 siswa laki – laki dan 10 siswi perempuan, tapi membayangkan tujuan
asrama ini di bangun kau tidak akan bisa mencapai siswa dengan jumlah lebih dari
10 orang.
Tujuan
asrama di bangun untuk orang yang memiliki bakat yang berada di atas rata –
rata dalam bidang akademik, seni, satra dan olahraga. Selama kau memiliki
beberap perangkat piala atau sejenisnya kau bisa masuk kedalam asrama ini
dengan biaya gratis. Tapi jangan berhenti di situ, kau harus memiliki mental
yang cukup untuk biasa berhadap dengan orang setengah manusia. Setengah manusia
maksudnya di sini adalah para penghuninya yang kelewat waras bukan kurang waras.
Rifal
Dewantara, siswa kelas 12 ini memiliki prestasi olahraga yang bisa di katakan
gila, pemegang mendali emas tahun ini dalam bidang karate, tapi prestasi
akademiknya yang buruk membuatnya terlihat seperti gumpalan otot di banding
seorang siswa SMA. Sikapnya yang kurang baik juga menjadi nilai buruk orang
ini, mungkin karena alasan tertentu sekolah ini masih mempertahankan siswa yang
menyerupai monster ini.
Nia
Karina, siswi kelas 12 ini bisa di
katakan jenius, tak terhitung berapa kali dia memenangkan olimpiade dan
beberapa kali dia mematahkan semangat para pelajar dengan hanya mengunakan
otaknya yang encer, nilai yang hampir sempurna kecuali olahraga merupakan nilai
baik darinya. Tapi eksperesinya yang kelewat polos dan emosi yang yang kurang
merupakan nilai kurang dari kakak kelasku ini.
Bu Siska, bisa di katakan guru
berumur 25 tahun ini adalah. Guru dengan tingkat kemalasan di atas beruang
kutub yang sedang hirbernasi. Pekerjaan sebagai pembimbing kami kadang bisa di
katakan tidak pernah. Membuatku harus
bisa menahan sedikit amarah yang terkumpul di saat guru ini menyuruhku dengan
arogan tanpa mengucapakan kata tolong.
Dan aku sendiri Andi Gautama, siswa
dengan hal yang bisa, kecuali dengan satra membuatku menekam di tempat kumpulan
orang gila setelah uang kerja paruh waktuku tidak sanggup membayar asrama
reguler.
“Buar – buar!!” Bu Siska mengedor
kamarku setelah pagi minggu menjelang matahari terbit. Dengan setengah kesalku
buka pintu yang tidak berkunci ini dan mendapati guru ini masih mengenakan
piyama tidurnya.
“Ada apa bu?” Aku berkat pelan, tapi
guru ini malah mendelik.
“Maksudnya, ada apa kak?” guru ini
kembali tersenyum dengan wajah tersipu.
‘Kau menipu dirimu dengan wajah
tersipu seperti, ayolah tante tua. Kau harus belajar mengenai waktu, karena
umur tidak mungkin selalu muda!’ aku berkat dalam
hati, mungkin kalau ucapan ini keluar aku akan di jadikan daging cincang untuk
makan pagi ini.
“Bisa jemput adiku” Bu Siska berkata
dengan manis.
“Gak, aku mau-“ mata Bu Siska
kembali melotot dengan tajamnya, membuatku sedikit tercekat untuk menyelesaikan
kalimat penolakanku.
“Bukanya masih ada Kak Rifal atau
Kak Nia ?” aku berkata lagi
dengan sedikit pelan.
“Rifal sedang lari, sedangkan Nia
sedang sibuk dengan soal yang tidak bisaku pecahkan sendiri. Jadi hanya kau
yang nganggur!”
Bu Siska ini berkata dengan nada jengkelnya.
‘Tunggu dulu, bukanya seharusnya aku
yang jengkel karena guru ini membangunkan dan bahkan menyuruh dengan arogan’
aku berkata dalam hati membuat guru ini segera menegurku dengan suara hentakan
kakinya.
“Baik aku akan ke sana kak maksudku
bu!” Aku berkata dengan
nada ringan dan kembali masuk kedalam untuk bersiap.
“Kau pergi tanpa mandi, menjijikan
sekali” Bu siska berkata dengan nada kritikalnya.
“Aku sudah mandi bahkan sebelum ibu
bangun!” aku berkata dengan
nada kesal, bu Siska hanya menanggapinya dengan
‘cih’ yang membuat ku makin jengkel.
“Namanya,
Rika. Tentu saja dengan 2 huruf vokal!”
“Tentu saja, aku tahu. Memangnya apa
gunanya mendali emas yang ku dapatkan di bidang karya tulis sastra”
“Hiasan dinding?”
“Jangan di jawab, sekarang bisa
kakak berikan sesuatu yang bisa membuatku ingat!” aku berkata dengan kesal.
Bu siska memberika sebuah foto
dengan wajah perempuan dengan warna kulit putih pucat, hampir mendekati albino,
dengan rambut pirang panjang yang terurai di keliling oleh salju putih,
membuatnya tampak anggun.
“Tunggu dulu, ini foto anak berumur 3
tahun. Bagaimana dia bisa naik angkutan sendiri!” aku berkata dengan nada kesal bu siska
kembali mengeluarkan suara “cih’ membuatku menjadi seorang yang bodoh jika
berhadapan dengannya.
“Fotonya 12 tahun yang lalu!” bu siska berucap
dengan bangga dengan senyum idiot di wajahnya.
“Aku butuh sesuatu yang sekarang,
agar tidak salah orang!”
aku berkata dengan nada kesal, sedangkan
bu siska kembali ke wajah jengkelnya lagi.
“Ini!” dia menunjukan, foto gadis remaja yang
hampir seusia denganku. Membuat mata
ini sedikit terkejut dengan kecantikannya.
“Kemana aku harus menjemput?”
“Bandara jam 9 ini!”
“Ini sudah jam 9, apa ibu pernah
memperhitungkan sebelumnya!”
aku berkata kesal kemudian, mengambil kunci motor yang ada. Dan bergegas pergi.
“Pakai Taxi saja, ku dengar dia
membawa koper dan beberapa barang!”
Bu siska menyodorkan uang 20 ribu pada ku.
“Ini bahkan tidak cukup untuk pulang
pergi naik busway!”
aku berkata jengkel, bu Siska berkata “cih” lagi dan membuat ku semakin jengkel
dengan gaya bicaranya.
“Cukup?” ucapnya memberikan uang
150 ribu lagi.
“Iya!” ucapku pelan kemudian bergegas pergi.
Bandara
yang di penuhi oleh orang – orang yang berlalu lalang membuat ku sedikit kesal,
sebenarnya aku sangat tidak menyukai tempat yang ramai dan riuh seperti ini,
gara – gara guru menyebalkan itu aku harus. Datang dan mencari perempuan yang
tidak tahu dari mana asal keberangkatanya datang, bahkan pencarian yang
melelahkan ini membuat ku sakit kepala hingga aku terduduk diantara mesin
penjualan yang minuman dengan model warna – warni.
Aku
meminum kembali, sambil memperhatikan orang yang lalu lalang dengan, berharap
perempuan dengan foto yang kupegang ini seseorang dari kerumunan ini bisa mirip
dan menyelesaikan pencarian ku yang melelahkan.
“Ano,
kapan kita pulang?”
perempuan yang entah dari mana datangnya tiba – tiba berada sampingku membuatku
sedikit terkejut, dia mengenakan dress selut dan juga menyeret koper yang
ukurannya sedang.
“Kamu,
Rika?” aku berkata pelan, dan berusaha menahan amarahku agar tidak keluar
karena mendapati perempuan yang ku cari duduk manis di sampingku dari tadi.
“Iya,
Rika Natsyra!”
Rika terdengar cukup sulit dia
mengucapkan nama belakanya, tapi itu tidak membuat kekesal ku hilang dalam
hitungan detik.
“Sejak
kapan, kau berada di dekat ku?” aku bertanya lagi.
“20
menit yang lalu!”
Rika berkata dengan nada cerianya.
“KENAPA
KAU TIDAK BILANG DARI TADI, KAU MEMBUAT KU GILA!!” aku berkata keras hingga seluruh orang
di bandara melihatku dengan tatapa bertanya kemudian kembali ke aktivitas
mereka masing – masing, dan Rika malah menatap ku dengan tatap kesal.
“Ku
kira kau walet yang, yang di sewa Kak Siska
?” Rika berkata pelan dengan reaksi ceria dari kedua
bola matanya. Entah kenapa saat melihatnya aku jadi berpikir tentang jamur
ceria atau sejenisnya yang membuatnya menjadi seperti ini.
“Bagaian mana dari aku, yang kau
kira walet ?”
aku berkata kesal Rika memperhatikan ku dengan seksama kemudian mengeleng.
“Gak
tahu!” ucapnya bingung.
“Lalu
kenapa kau mengira aku walet!”
ucap ku menahan amarah.
“Wajahmu
berkeringat kemudian kau memegang fotoku seperti orang mesum!” ucapnya polos.
“Tunggu
dulu bisa kau potong bagian mesumnya!”
aku berkata dengan nada kesal.
“Gak
bisa, aku hanya bilang jujur!”
Rika berkata dengan sikap egois layaknya anak – anak.
“Jangan
bilang mesum pada orang yang baru kau temui!”
Aku berkata nyaring, Rika malah tertawa.
“Sudahlah,
jangan membuat lelucon yang tidak lucu, jadi kita kapan pulang?” ucapnya
bertanya padaku dengan wajah polosnya lagi.
“Hey
aku punya nama, Nama ku Andi!”
ucapku kesal.
“Oh,
jadi kapan kita pulang, mesum!”
Rika berkata lagi, aku menjadi frustasi mendengarnya, perempuan ini bahkan
tidak mengerti dengan ariti sebuah nama.
“Sekarang!” ucap ku kesal Rika
menyodorkan tasnya.
“Apa?”
ucapku tidak mengerti.
“Kau
laki – laki, jadi tugas laki – laki membantu perempuan.” ucapnya dengan nada
suara seorang guru yang menjelskan secara monoton dan membuat muridnya tidur
dalam hitungan detik.
“Kau
bawa sendiri bukanya itu tasmu. Lagipula kalian para wanita sudah mengadakan
Reformasi gender semua makhuk di dunia ini sama baik laki – laki maupun
perempuan!”
ucapku dengan nada kesal karena dari tadi di panggil mesum.
“Jadi
kau selain mesum, juga orang yang sadis. Aku jadi berpikir seberapa buruknya
kau memperlakukan pacarmu, atau jangan – jangan kau tidak memiliki pacar ?” Rika berucap dengan
nada polosnya layaknya anak kecil.
Memang
itu tidak seperti sebuah penghinaan, tapi mendengar kata – kata. Seperti itu
keluar dari mulutnya membuatku jengkel dan kesal bercampur rasa malu. Aku
segera mengambil kopernya dan meletaknya di bahuku.
“Sekarang,
kita cari taksi, Kritikus!”
ucap ku kesal, tapi wajah Rika tidak menunjukan kekesal membuatku makin kesal
karena perlakuannya.
“Berapa
lama, kita sampai, mesum?” Rika berkata lagi dengan nada polosnya.
“30
menit, jangan panggil aku mesum!”
“baik,
mesum!”
“Kubilang
jangan panggil aku mesum!”
“Ok,
mesum!”
“Kubilang
jangan-, sudah lah. Panggil aku sesukamu!”
“Ok,
mesum!” ucap Rika, yang
membuat ku kesal.
Aku
akan semakin gila jika tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, jika orang aneh
ini masuk lagi ke asrama itu. Maka duniaku akan benar – benar menjadi gelap
dengan masa depan super suram. Setelah beberapa detik, aku bermain dalam
pikiran ku sendiri, Rika sudah terjatuh ke atas bahu ku sambi tertidur.
“Istrinya,
cantik yah Mas, walau manggil suaminya, mesum?”
supir taksi yang ku tumpangi berkomentar sambil terkekeh dan apa
maksudnya istri menjijikan.
“Dia,
makhluk astral, bukan istri ku pak!”
aku berkata sedikit jengkel. Supir taksi ini malah terkekeh kecil. Bersama
jatuhnya Rika ke atas paha ku.
“Kalau
bukan siapa – siapa, kenapa jadi mesra seperti itu!” Supir taksi ini
berkata lagi dengan nada menggodanya.
‘Sungguh
orang tua ini tidak mengerti perbedaan antara mesra dan benci!’ ucapku jengkel dalam
hati, sebelum taksi ini merapat ke asrama yang ku tempati saat ini.
“Wah, Rika, bagaimana
perjalanmu?”
Bu siska sudah berada di depan menyambut adiknya yang entah anak dari siapa ini,
sambil memeluknya dengan erat.
“Perjalanannya
menyenangkan, tapi tidak untuk yang jemputanya. Si mesum itu, selalu naik
darah” Rika berkata dengan nada ceria, Bu siska langsung memberikan tatapan
tajamnya ke arah ku.
“Mesum?”
ucap bu siska memandangku.
“Benar,
benar si mesum ini!”
ucap Rika menunjukan jarinya ke wajahku.
“Bukan,
aku tidak melakukan apa – apa!”
aku berkata dengan nada keras dan langsung lari ke kamarku.
“Hey
keluar kau Andi!”
Bu Siska berteriak dengan keras, jika aku tidak membuka pintu . Aku akan mati
tapi jika aku membuka pintu masih ada kemungkinan selamat.
“Krrek!!” pintu ku buka dengan
pelan Bu siska melihatku dengan tatapan tajam dari kedua bola mata warna
coklatnya.
“Kembaliannya
mana?” Bu Siska berkata dengan nada jengkel.
“Eh
kembalian?”
“Iya,
kembali yang tadi!”
“Oh,
ini!” ucap ku kemudian
masuk ke kamar dengan tenang.
“Ternyata
guru aneh itu tidak, memikirkan apa pun setidaknya, aku selamat dari
kemarahannya!”
aku bergumam pelan dan kembali tidur.
kok mirip sakurasou yak??
ReplyDeletekok mirip sakurasou yak??
ReplyDelete