blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Sunday 6 October 2013

Bayangan


Namanya adalah Dinda, senyumnya manis semanis gula. Parasnya cantik secantik mawar tapi sayang dia berduri. Wajahnya yang biasanya adalah penuh kedengkian dan tatapanya selalu memberikan permusuhan di manapun aku melihatnya.

            “Kamu lagi, apa yang kamu lakukan di sini, Kamu menghalangi jalan” orang yang telah kupikirkan berdiri tepat di hadapanku. Seperti biasa aku diam dan mempersilahkan dia lewat tanpa menatap matanya lagi. Dia hanya berjalan seperti biasa melewatiku tanpa memberikan sebuah salam saat berrtemu di pagi hari. Yah di depan tangga tepat aku sering membaca buku pelajaran sebelum bel masuk berbunyi.

            Begitulah hari – hariku tak ada yang namanya filosofi suka dan cinta dalam kehidupanku. Aku hanya dianggap sebagai pemain figuran dalam dunia mereka yang penuh warna, walaupun terkadang warna itu adalah abu – abu kehitaman.

            Esok harinya aku berdiri di tempat yang sama, sambil membuka buku pelajaran dengan label fisika, tentu saja semua orang akan berdecak kesal tentang momentum dan listrik statis tapi tidak bagiku. Mata pelajaran ini adalah, mata pelajaran yang sangat kusenangi mungkin karena aku sudah terlalu lama dalam kesendirian.

            Langkah kaki Dinda tampak seperti biasa, dia berjalan dengan anggun layak putri dari kerajaan barat. Rambutnya yang terbang saat ditiup angin merupakan harmoni pada pagi ini. Dia melangkah menaiki anak tangga bersama buku yang berada di tangan kanannya.

            Aku menatap dengan tatapan terkejut, biasanya dia akan memberi salam berupa ucapan kasar dan arogan, tapi kini dia menungguku untuk beranjak dari anak tangga ini sambil memamerkan senyum ramahnya.

            “Kamu sakit” ucapku dengan nada takut karena dia tersenyum kearahku.

            “Apa maksudmu, aku selalu seperti ini” ucapnya lagi dengan nada ringan kali ini terdengar sedikit ramah dan juga manja. Apa yang kupukirkan mungkin saja dia sedang senang saat ini dan aku terlalu khawatir padanya.

            “Oh,iya. Silahkan” ucapku beranjak dari tempat biasa ku berdiri. Tapi Dinda belum melanjutkan langkahnya dia tetap diam di tempat sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah.

            “Hey, ada apa denganmu” aku bertanya lagi tapi Dinda mengakat wajahnya dengan rona merah yang sangat jelas terlihat, aku terlalu takut untuk mengukur suhu tubuhnya dan mengurungkan niatku untuk memegeng dahinya.

            “Aku menyukaimu” itulah kata yang terlontar dari bibir delimannya membuatku hanyut saat itu juga. Bayangkan saja seorang perempuan yang kau anggap manis seangkatanmu menyatakan cintanya tepat di pagi hari yang sejuk .

            Aku tersentak terkejut saat orang yang ada di hadapanku menatapku dengan tatapan intimidasinya. Aku kembali menggeser arah lain, agar perempuan bernama Dinda ini bisa lewat, ya kurasa dia juga harus lewat dari bayangku barusan.

1 comment:

  1. lumayanlah, tapi banyak juga yg harus dikasi tanda baca seperti koma dll, setidaknya kamu berani unjuk gigi,,salam kenal

    ReplyDelete