blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Thursday 17 April 2014

Lagi dan Lagi

                “Aku cemburu liat twittermu banyak ceweknya”  Rovan menaikan satu alisnya bingung melihat sms yang baru saja dikirim oleh Gea. Duduknya mulai gelisah satu kaki naik ke atas lututnya menggambarkan kegelisanya sudah berada pada posisi tertinggi.
                “Hey… Apa yang kamu liat Ai” dia tidak bermaksud memanggil pacaranya ini dengan sebutan “Ai” tapi sejak mereka pacaran sebutan ini seperti panggilan sayangnya pada perempuan yang teramat tercinta.
                “Tahu Ah… bete” Rovan tersenyum melihat pesan itu. Dia kembali berdiri kemudian memasukan hpnya kedalam kantong. Seperti biasanya Gea akan mengabaikanya selama seharian penuh setelah memberikan pesan seperti tadi.
                “Perempuan butuh waktu untuk berpikir. Jadi kemana aku sekarang ?” Rovan kembali menaikan pandangnya melihat beberapa bangunan kuno dengan pondasi utama kayu. Lalu di sisi kiri terdapat sungai besar yang mengalir sepanjang kuil.
                Bagai latar foto dalam majalah kuil ini terlihat memukau dari sudut padang Rovan. Dia kembali mengambil Tabletnya kemudian menuliskan beberapa kata yang dinilai cukup menggambarkan perasaanya  kemudian memasukannya lagi ke dalam tas ranselnya.
                “Tidak mudah membuat perempuan percaya” ucapnya kemudian lalu tersenyum meringis. Dia yakin Gea sekarang sedang melipat tangan di atas karpet kulit bulu kesukanya dengan bibir bawah maju beberapa senti. Sambil melihat Hp yang baru saja dimatikan diatas meja kaki empat dengan perasaan campur aduk.
                “Kapan dia percaya padahal sudah 2 tahun kami pacaran” Dia berucap lagi. Sudah menjadi kebiasaanya berbicara sendiri jauh membuatnya lega dibanding mengatakannya masalahnya pada seorang kenalan atau sahabatnya.
                “Kamu harus sabar tidak semua orang biasa percaya pada orang lain dengan mudah terkadang butuh waktu lama untuk membuat orang itu percaya” ucap seorang menepuk pundak Rivan dengan gaya keibuan.
                “Maaf, aku kira disini tidak ada yang bisa berbahasa Indonesia” Rivan tersenyum malu melihat perempuan dengan balutan yukata merah muda dengan motif bunga sakura. Yukata ini dibalutkan dengan kain yang cukup panjang kemudian di bentuk Seperti dasi kupu – kupu pada bagian belakang. Biasanya pakain ini dipakai pada sat festival atau acara sejenisnya.
                “Tidak apa –apa. Saya mahasiswa tingkat 2 di Universitas Osaka. Kebetulan ibuku orang Indonesia” Rivan hanya mengangguk. Dia tidak tahu harus berbicara apa? Akan terdengar konyol setelah perkenalan ini dia membahasa tentang festival. Tapi kepalanya kembali bingung satu – satu perempuan yang ada di dekatnya hanya Gea hampir tidak ada perempuan yang mendekatinya atau lebih tepatnya perempuan lain tidak mau mendekatinya karena ada Gea di sampingnya.
                Sulit menjelaskan kenapa dia bisa jatuh cinta dengan Gea. Wanita yang selalu tersenyum pasti akan cepat juga marah. Itu seperti hukum kekelan massa yang ada pada kimia. Reaksi yang ditimbulkan massanya akan sama dengan reaksi yang dihasilkan. Seperti itu juga Gea dimata Rivan
                Awal Rivan mengenal Gea saat pertama kali dia menginjak kelas dua SMA. Kebetulan sat itu terjadi perombakan kelas, Rivan yang berasal dari kelas A bertemu dengan Gea yang beras dari kelas D sewaktu kelas 1. Awalnya Rivan hanya penasaran dengan perempuan ini tapi kemudian dia mulai menyukainya memperhatikan tiap gerakannya dan mempelajari tiap ekspersinya Gea.
                Seperti seorang pengamat Rivan terus bersepekulasi tentang Dirinya dan Gea. Dia banyak menggunakan hal tertentu untuk menarik minat Gea padanya. Sekedar mendapat sapaan “selamat pagi” atau “aku duluan” membuat Rivan sekan melambung. Dia tidak menyangka kehidupan yang dulu dikenalnya sebagai kebosanan yang mutlak membuatnya berubah menjadi berwarna seperti bunga sakura.
                “Hallo kamu melamun pacarmu? Kalian bertengkar?” wajah perempuan ini terlihat berempati pada Rivan. Rivan kembali tersenyum memberikan tangannya untuk mengajak perempuan ini bersalaman. Dia tahu sebelum berbicara panjang lebar dia harus tahu nama perempuan ini.
                “Aku Rivan” ucap Rivan dengan wajah berseri.
                “Aku Asuka” ucap Asuka menjabat tangan Rivan dengan wajah bingung. Bersalaman dalam kebudayan jepang merupakan hal jarang dilakukan atau biasanya tidak pernah dilakukan sama sekali. Mereka biasanya menundukan kepala sebagai tanda penghormatan atau tanda terima kasih.
                “Aku hanya memiliki sedikit masalah. Kami hanya bertengkar seperti biasanya. Dan pasti beberapa jam lagi kami akan berbaikan” ucap Rivan menenangkan Asuka.
                Asuka hanya mengangguk dan tidak tahu harus berbicara apa lagi. Dia merasa mendapat orang salah dalam uji coba yang dilakukannya. Seharusnya Rivan mengatakan masalahnya seperti yang ada dalam buku yang dibacanya. “ Jangan – jangan buku ini bohong” ucap Asuka kesal dalam hatinya.
                “kamu mahasiswa Psikolog?” Asuka segera mengangguk sekaligus bingung dengan ucapan Rivan. Laki – laki yang di depanya seperti seorang turis bisa dengan mudah menebak jurusan yang di ambilnya membuatnya teringat pada sosok anak kecil berkacamata yang selalu tampil dalam komik mingguan dan selalu dikejar germbolan.
                “Jangan bingung, aku tahu tidak banyak masyarakat jepang yang peduli dengan orang lain. Pada umumnya masyarakat jepang adalah orang yang individualis” Asuka mulai melotot saat di katakan seperti tadi dia merasa sedang dihina dengan turis asing ini.
“Jangan salah paham dulu, bukannya aku menghina masyarakat ini. Tapi kembali lagi pada pelajaran Sosiologi yang sering di pelajari. Manusia akan membentuk komunikasi, jika saling membutuhkan” tatapan Asuka berubah menjadi kebingungan. Dia menarik tangan kanannya ke bibir.
“Kamu ini sebenarnya siapa?” Asuka melihat Rovan dengan pandangan melotot.
“Hanya orang biasa yang telalu memperhatikan tingkah laku manusia” ucap Rovan dengan nada males kemudian berjalan pulang.
               

                 

No comments:

Post a Comment