blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Wednesday 16 September 2015

Stay In For Me Chapter 3



Title    : Stay In For Me(Tetap di dalam untuk ku)
Genre  : School, Romance, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 03

Bagian yang Tidak penting

            Cahaya matahari masuk melewati celah- celah kecil dari jendela bersma udara pagi yang dapat membekukan penciumanku, aku bukan satu – satunya orang yang merasakan hal itu karena sekarang Eri masuk ke dalam selimutku untuk mencari kehangatan.

            “Kau bilang tidak akan mendekat lebih dari dua meter kan!” suaraku terasa tertahan sementara Eri hanya menjawab dengan sedikit menguap.

            “Aku kedingan Ki, bukankah sedikit jahat pada perempuan berlaku sekasar itu!” kali ini Eri membalas perkataanku dengan mata yang masih tertutup. Aku mendesah pelan kemudian menarik selimut sehingga hanya tinggal Eri yang meringkuk kedinginan.

            “Ki kau memang pria brengsek!” ucap Eri gemetaran menahan kedinginan.

            “Kalau aku pria brengsek, definisi dari pria baik – baik bukannya seperti karangan saja. Sudah cepat kembali kemarmu!”

            “BUUK!!” Eri terpental dari ranjang setelah kutendang memakai kaki kananku, perempuan itu hanya meringis sedikit kemudian berjalan keluar dari kamar dengan wajah yang masih setengah mengantuk.

            Aku melanjutkan tidurku yang tertunda, belum beberapa rasanya aku tertidur kenapa aku merasa tertekan. Ini terasa berat seperti ada sebuah benda yang menghalangiku untuk bergerak, dengan gerakan malas kubuka perlahan bola mataku.

            “RIKI?” gadis brengsek ini sudah bertengker di atas badanku sambil menahan dagunya dengan satu tangan dan pandangan mengejek ke arahku.

            “Pergi! Sebelum kepalamu kupelintir sekarang!” gadis ini tidak bergeming wajahnya bahkan semakin tersenyum lebar.

            “GREEEKKK!!!”

            “RIKI RIKI RIKI!!!” gadis ini menjeriit saat aku meremas kepalanya dengan tangan kiri, sambil berusaha mneyingkir dariku gadis ini terus menjerit.

            “Apa yang kalian lakukan?” suara Ibu yang masuk ke kamarku membuatku segera melepaskan cengkramanku dari gadis tadi.

            “Riki ini sakit sekali!” suara memelas dari Eri membuat Ibu langsung beraksi dan kini memeanganggi kepala Eri dengan wajah bersalah.

            “No drama!” ucapku segera pergi dari pada mendengar suara Ibu yang akan berkata panjang lebar padaku.

            Seharusnya pada pagi hari pertama sekolah aku tidak perlu mandi sepagi ini, air – air yang turun dari shower terasa seperti tetesan es batu yang sedikit mencair. Mencapai kulitku saja membuat badanku gemetaran.

            “Ini adalah sial yang di bawa Eri mesum itu!” aku mendesah pasrah setelah mengeringkan badan dengan handuk. Berbeda dengan Eri dan ibu yang sedang asik menikmmti pagi mereka sambil mengobrol.

            “Alasan gadis itu pindah kesini, sebenarnya apa ya?” gadis itu memang cantik dan sepertinya dia tidak kesulitan untuk mendapatkan teman, tapi kenapa ada perbedaan yang mendasar kurasakan.

            Seolah ada sebuah topeng yang sangat tebal, aku tidak bisa mengatakan bahwa itu memang sengaja ditutupi. Mungkin hanya pikiranku saja dan kalau pun itu benar, paling – paliang cuma tentang masa lalu tidak penting.

            “Riki kau yang antar Eri ke sekolah ya!” aku terbengong, tidak mungkin. Apa yang akan dipikirkan teman – teman nanti terutama Rama dan Diana, itu akan menjadi pertemuan terburukku nanti.

            “Tapi bu, kami kan-“

            “Kau sudah meremas kepala Eri tadi pagi, bukannya itu sebagai bentuk permintaan maaf!” aku mendesah, seharusnya aku tidak melakukan hal itu tadi agar ibu saja yang mengatar Eri kesekolah. Menjadi bahah perbincangan sekolah dan ditodong dengan berbagai macam pertanyaan adalah masalah yang terburuk.

            “Hmm, baiklah!” setidaknya untuk hari ini saja, aku mengantar perempuan ini, besok sebaiknya dia beli mobil atau motor. Itu akan sangat menyusahkan jika setiap pagi harus mengantarnya.

            Aku mempersiapkan diri di dalam kamar sambil merenung dengan apa yang terjadi saat ini, Eri dan aku adalah orang yang tidak mempunyai hubungan apapun dan sampai kapanpun aku tidak ingin mempunyai hubungan dengannya. Dengan kata lain menjaga jarak adalah satu – satu nya cara.

            “Riki, kau masih belum siap?” Eri menampakan diri di depan pintu lengkap dengan seragamnya.

            “Aku hanya perlu mengikat dasi!” ucapku kini berusaha mengikat dasi di depan cermin dan kurasa hal itu tidak berhasil ikatannya terlalu jelek. Jadi kuputuskan untuk menyimpannya dalam kantong dan meminta Siapapun nanti untuk mengikatkan dasi.

            “Eeh, dasimu mana?” suara Eri terkejut melihat kerahku tidak tergantung dasi abu –abu disana.

            “Aku tidak bisa mengikatnya, jadi sampai di sekolah aku akan meminta tolong!” wajah Eri tampak terkejut kemudian mengulurkan tangannya.

            “Aku tidak punya uang untukmu, lagian orang tuamu kan yang harusnya memberikan jajan!” Eri yang terlihat kesal langsung mengambil dasi dari kantong celanaku dan melingkarkannya dileherku.

            “Kau terlalu tinggi, duduklah di tepi ranjang dan ku buatkan simpul dasinya!” dengan patuh aku segera berjalan ke arah ranjang yang dimaksud oleh Eri.

            Eri membuatkan simpul dasi memang tidak peranh terpikirkan olehku, wajah mesumnya yang berubah menjadi serius seperti bukan Eri yang kukenal. Coba saja dia tidak banya senyum pasti wajahnya terlihat keren seperti ini sangat bagus menurutku, mungkin ada beberapa laki – laki atau bahkan perempuan yang menyukainya nanti.

            “Aku cantik ya?” ucapnya membuatku langsung menggelengkan kepala, dia terkekeh mendengar tanggapanku. Eri mengusap bahuku sebentar dan melihat wajahku dengan mata mengobservasi.

            “Hmmm, semuanya keren!” gumamnya membuatku langsung mendesah, kurasa akan banyak waktu yang aku habiskan untuk bisa lari dari gadis ini nantinya.

            “Er, kalau sampai pertigaan turun ya!” Eri terlihat tidak puas dengan ucapanku hanya mengangguk saja, mungkin dia paham apa yang kumaksud jadi setelah perkataan tadi aku segera memacu motor menuju sekolah.

            Sesuai janji aku berhenti di pertigaan sebelum sekolah tapi Eri sedikitpun tidak bergerak dari motor. Ada apa lagi dengan gadis ini, jangan bilang dia lupa dengan lokasi sekolah tapi jarak dari sini dan sekolah hanya 100 meter saja.

            “Aku gak bilang setuju dengan ucapanmu tadi!”

            “Tapi kau mengangguk!”

            “Bukan berarti setuju kan!” aku mendesah pelan, ok aku malas bertengkar dengannya pagi ini dan masa bodoh dengan pendapat orang lain.

            Sesuai prediksiku semua tatapan mengarah pada Eri, sudah jelas Eri akan menjadi sorotan utama untuk beberapa hari dan diantara orang – orang yang menatap Eri ada beberapa teman sekelasku yang tersenyum jahil.

            “Masa SMA yang menyenangkan dan penuh dengan kenikmatanku telah berakhir!” gumamku setelah memarkir motor, semuanya terjadi sekarag akan berpengaruh dengan reputasiku di masa depan. Aku benci jika harus jadi bahan gossip mereka, itu mengangguku jika mereka mendekatkan telinga pada setiap pembicaraanku.

            “Apa yang berakhir, kau bersama gadis manis di sini!” aku melotot mendengar kata – kata percaya diri yang dilontarkan Eri. Gadis memang tidak mengerti apa yang kurasakan, seharsunya dia sedikit lebih memahamiku.

            “Ini semua berakhir dengan kau duduk di belakangku tadi, masa depanku akan semakin sulit!”

            “Kau terlalu memeprahatikan hal kecil, sudahlah gossip akan hilang dalam waktu kurang dari 3 bulan!”

            “Berarti dalam 3 bulan aku harus bersabar dengan pertanyaan mereka!” Eri tidak menjawab, dia hanya tersenyum masam mendengar ucapanku. Apa gadis ini benar – benar mengerti apa yang kumaksud.

No comments:

Post a Comment