blog Novel a hittori yudo, Bagian yang terus tumbuh adalah cerita, dan sastra adalah cara untuk menceritakannya

Monday 28 September 2015

Last Bab 7 Hati Yang busuk



Title    : Last
Genre  : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 07
Hati yang busuk
            “Aku akan bermain, kau puas! Dan jangan menyesal!” kata – kata itu membuatku masih terpaku di depan laptop dan tidak sengaja mengetiknya, sebagai seorang penulis gangguan kecil mengenai mood dan keseharian serta strees yang buruk bisa memicu writing block.

            Aku yang termasuk orang yang kalau ada sedikit masalah langsung tidak bisa melanjutkan tulisanku, itu bukanlah hal yang cukup buruk karena jika suasana hatiku setengah kesal. Aku bisa menghasilkan naskah yang cukup bagus.

            Dalam menulis, pertama kali kau membuat cerita akan akan kesombongan di dalamnya, setelah kau mengerjakan lebih dari 100 macam tulisan kau akan sadar bahwa kerja pertamamu adalah hasil terburuk. Di tahun berikutnya kau akan mengalami fase kehilangan minat menulis karena bakat hampir terasa tidak ada. tapi di fase berikutnya semangatmu akan membara seolah menulis adalah nafas.

            Entah semua penulis mengalaminya atau hanya aku saja, tapi fase setelah ini adalah bagian yang terburuk. Kau tidak dapat memuaskan dirimu dan kebanyakan kau akan jatuh kemudian tidak mau melihat pena lagi.

            Fase terakhir hal yang tidak ingin aku lihat, setidaknya saat hidup di dunia ini aku suka membaca buku dan tidak terlalu berharap dengan realita mengerikan ini. Bukan karena tuhan merancak takdir tapi karena makhluk yang merusak takdir – takdir indah yang dirancangnya.

            Di dalam beberapa metologi, membuat sesuatu yang bahagia harus merasakan sakit yang sangat amat menyakitkan. Itu juga bagian dari fisikolog dan sedikit setuhan teori relativitas dari Eistein. Aku tidak membantah itu semua. Tapi sampai kapan rasa sakit dan penderitaan yang kau alami bisa dilupakan dengan satu titik kebahagian yang munccul diakhiri.

            Pola diri berpuas diri atau apalah  namanya yang harus diterapkan, ahh semakin aku memikirkan semua yang terjadi dalam beberapa minggu ini. Aku benar – benar berubah menjadi makhluk teoritis.

            “Berteori tanpa bekerja keras adalah kesombongan dan berkeja keras tanpa teori adalah kebodohan!” aku mengucapkan itu beberapa kali, biasanya hal ini mampu membuat pikiranku berada di jalur yang benar.

            “Ndi?” suara Kak Rifal membuatku menoleh padanya yang sekarang sedang berada di samping pintu sambil menggenggam buku tulis yang penuh coretan.

            “Kak! Itu!” ucapku diam membatu, pasti sekarang kak Nia sedang meronta –ronta untuk tidak melibatku dalam masalah ini.

            “Nia tidak apa – apa, dia sedang tidur karena seharian menangis. Apa yang terjadi waktu di sekolah tadi?” Kak Rifal mulai mengintorgasiku, Kak Rifal memang terlihat bodoh tapi dia orang yang peduli pada orang lain. Bisa dibilang dia punya hati yang baik di dalam gumpalan otot itu.

            “Aku tidak tahu, hanya saja Kak Nia mencoret semua bukunya!” Kak Rifal menghela nafas kemudian duduk di kasurku dengan melempar buku yang dicoret tadi ke arah lain.

            “Ini tidak bisa dibiarkan, aku akan membunuh mereka!”

            “Jangan lakukan itu! Aku berjanji, akan membuat semuanya selesai tanpa ada pertikaian!” Kak Rifal tersenyum sinis, dia terlihat tidak percaya dengan apa yang kurencanakan.

            “Kau pikir aku buta! Aku tahu apa yang terjadi pada kalian! Kalian bilang akan menyelesaikan masalah ini. Tapi nyatanya kalian menghindar! Apa itu itu disebut menyelesaikan!” suara Kak Rifal agak berat, kali ini mungkin dia benar – benar marah dan kurasa ini kali kedua sejak insiden waktu itu.

            “Semua tidak berubah walaupun kakak menacapkan paku pada mereka! Kakak sadar apa arti dari kerja keras!” suaraku sedikit meninggi membuat kak Rifal tertenggun.

            “Penghinaan dalam Pujian! Tidak ada manusia yang senang mereka tertinggal, jika mereka masih bisa melakukan sesuatu maka akan mereka lakukan termasuk mengusik keberadaan orang seperti Kak Nia!” Kak Rifal terlihat kesal dia hanya menggeram menahan emosi yang bergejolak dalam dirinya.

            “Kau tahu Nia selalu berada di depanku dari kami kecil, dia selalu ceria dan tampak bahagia. Jadi aku berusaha mengejarnya walaupun dengan semua ini aku belum bisa sejajar. Aku masih ingin berusaha, kuyakin mereka pasti mengerti dengan perasaan ini!” Kak Rifal bukanlah orang yang kasar dia hanya sedikit terbawa emosi dan pikirannya bersih, tidak sepertiku yang selalu waspada dengan kata – kata penghianatan.

            “Terlalu Naif, perasaan seperti itu tidak ada di manusia busuk seperti mereka!” Kak Rifal terlihat kecewa dengan pendapatku.

            “Aku akan melakukan sesuatu, aku berjanji kak! Jika aku tidak bisa mengubah suasana ini dalam 6 bulan ke depan. Kakak bisa lakukan apa yang kakak pikirkan!” walaupun sedikit ragu, kak Rifal terlihat menyetujui ucapanku barusan.

            “Apa kau yakin dapat melakukan sesuatu?” aku hanya tersenyum simpul untuk membuat Kakk Rifal bisa sedikit lebih tenang.

No comments:

Post a Comment