MUNGKIN KAH?
Aku
berjalan dengan langkah kaki seperti biasa, seperti hentakan kuda tapi lebih
berisik dengan sepatu kulit bersole yang cukup keras, beberapa siswa yang
berdiri di lorong melihatku dengan tatapan penasaran, tentu saja mereka memberi
tatapan seperti itu. Bahkan aku sendiri merasa aneh dengan seragam yang berbeda
dari sekolah ini dengan celana berwarna hijau dan almamater ungu. Jelas sekali
aku berubah menjadi makhluk aneh di sekolah ini.
Langkah kakiku berhenti di depan ruang kepala sekolah,
sekali lagi aku melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan ruang di depanku
memang ruang kepala sekolah, ada sedikit kebiasaan yang kupunya mengenai hal
seperti ini, yah aku terlalu takut untuk melakukan sesuatu yang salah sehingga
terkadang sedikit cemas.
“Ada yang bisa kubantu” seorang siswi berdiri di
belakangku dengan tatapan bingung, aku memberikan senyum termanisku yang
kumiliki untuk menandakan bahwa aku bukan orang yang mencurigakan, tapi
nampaknya senyumanku terlihat aneh di matanya hingga siswi ini memberikan
tatapan aneh padaku.
“Aku siswa baru di sini” ucapku untuk mengakhiri
pertikain batin yang kulalui.
“Oh, kalau cari kepala sekolah dia datangnya jam 7 nanti,
jadi tidak mungkin sekarang beliau ada di dalam. Kalau siswa pindahan biasanya
langsung ke ruang guru saja” ucapnya memberikan saran, kemudian melangkah
pergi.
Aku sempat tercengang sedikit, terlintas dalam pikiranku
mengenai berita yang di siarkan beberap hari yang lalu di stasiun TV swasta.
Bahwa pegawai sipil yang terlambat akan di berikan teguran oleh atasannya dan
sanksi yang paling buruk adalah pemecatan, tapi jika itu atasan apa sanksi yang
paling buruknya? Kuharap kepala sekolah ini sadar akan korupsi waktu yang di
lakukannya
Setelah berkenalan dengan salah satu wali kelas, aku di
tuntun dengan ucapannya untuk naik ke lantai 2 dari gedung sebelah barat,
kemudian mencari papan bertuliskan kelas 11 ruang 1. Beliau memberikan arahan
sambil merokok, padahal dengan jelas di depan pagar yang ku lewati beberapa
waktu lalu tertulis di larang merokok, apa yang terjadi dengan sekolah ini sih?
Kurasa gurunya sangat senang melakukan Korupsi kekuasaan
Dengan berat hati, aku melangkah menaiki anak tangga
menuju lantai 2 yang di beritahu wali kelas tadi. Di depan ruangan aku melihat
kertas berserakan aku memungutnya dan ingin membuangnya ke dalam bak sampah
yang bertuliskan organik dan non organik dua tong sampah ini berdekatan tapi,
di dalam isinya sama tidak ada perbedaan seperti yang tertulis di tong sampah
tersebut, jadi aku memasukannya ke dalam kotak yang bertuliskan an Organik
walaupun di situ terdapat kulit pisang. Kali ini Korupsi peraturan ya.
Saat aku memasuki kelas, seorang siswi dengan kacamata
intelektualnya menghampiriku, dia memperkenalkan sebagai ketua kelas, lalu
mempersilahkan aku duduk di salah satu bangku kosong yang ada di pojok kelas.
Seorang yang duduk di bangku depanku memperkenalkan
dirinya dengan memberikan senyum sok akrab khas anak SMA, aku hanya memberikan
senyum aneh yang tadi kuberikan pada siswi yang kutemui di depan ruang kepala
sekolah. Di hanya membalas dengan cengirannya kemudian kembali pada kegiatan
yang sedang di kerjakan.
Setelah duduk selama 30 menit hingga bangku itu berdecit
karena bosan atau karena aku sendiri yang telah menggoyakannya dengan kakiku
karena mati bosan, kuputuskan untuk berdiri dan mendatangi meja sang ketua
kelas yang sedang asik dengan ceritanya.
“Apa hari ini gurunya tidak masuk” ucapku ragu karena
merasa telah mengganggu obrolannya dengan teman satu bangkunya. Mungkin mereka
membicarakan masalah sepele seperti kebanyakan perempuan lainnya.
“Oh, tadi sepertinya ada, tapi gak apa –apa juga tidak
masuk” ucap ketua kelas ini santai dengan nada ringangnya. Aku terdiam sebentar
mencerna kata – katanya, maklum kata – kata ini sangat tabu untuk kudengar
karena aku di pindahkan dari kota yang harus terus bersaing.
“Tapi kan, kita bisa tertinggal dari kelas lain, gak coba
di panggil gitu gurunya” ucapku dengan panik, ketua kelas ini hanya tersenyum
sedikit. Aku jadi sedikit mengerti apa yang tertanam di benakku saat melihat
senyumnya, dan akhirnya aku berjalan keluar kelas.
Yah, sekolah ini memang cukup Asri dengan banyak
pepohonan. Beberapa siswa yang sedang asik dengan nyanyian yang membuatku tidak
mengerti apa yang mereka nyanyikan. Aku memang cukup mengenal lagu yang di
janji kan tapi suara sumbang mereka seakan membuatku tahu lagu ini berada dalam
versi lain.
Langkah kakiku terhenti di depan perpustakan. Dalam
sejarah dari sekolah manapun orang yang di katakan bolos tidak pernah ada di
perpustakan bahkan jika itu di berikan perbandingan hampi 1 banding 100. Orang
yang bolos di dalam perpustakan.
“Murid baru ya” aku mengangguk mendengar penjaga
perpustakaan ini menegurku dengan melihat bajuku yang berlawan dari pelajar
yang ada di sini.
“Bagaimana menurutmu sekolah ini” ucap penjaga
perpustakan ini dengan nada ringan. Aku berpikir sedikit mengenai pertanyaan
yang di lontarkan penjaga perpustakan ini.
“Sekolah ini akan bubar dalam waktu 10 tahun” ucapku
dengan jujur.
“Kha...Kha...Kha” tawa penjaga perpustakan ini keluar.
Aku menatapnya bingung, dia hanya memegang perutnya dengan tawa yang tak kunjung
selesai.
“Kau menarik juga, biasanya murid baru akan bilang
sekolah ini sangat bagus” ucapnya kemudian.
“Maksud anda” ucapku bertambah bingung.
“Manusia itu lemah, jelek, dan membemci hal yang tidak di
milikinya anehnya itu adalah bakat kasar dari manusia. Dengan kata lain manusia
hanya mengingatkan hal yang tidak di miliki, berperilaku santai tapi ingin di
pandang bekerja keras. Mereka hanya menginkan hal yang mudah tanpa melalui
jalan yang sulit karena itu adalah manusia” ucap penjaga perpustakan ini dengan
nada yang cukup membuatku merenung kejadian ini dari awal.
“Jadi ini salah manusia dari awal, atau salah tuhan
karena menciptakan manusia seperti itu” ucapku menjawab perkataan penjaga
Perpustakan tadi. Beliau hanya tersenyum sedikit kemudian mulai membuka
mulutnya.
“Ini bukan salah manusia atau Tuhan-“
“Jadi salah Iblis ya, aku turut berduka padanya menjadi
kambing hitam di setiap perilaku buruk manusia” ucapku memotongnya.
“Kamu siswa yang menarik, tapi apakah pernah berpikir apa
penyebab semua ini terjadi. Ku anggap kamu paham apa yang terjadi di sekolah
ini, tapi kamu paham apa yang menyebabkan ini terjadi” ucapnya menguji apa yang
ada dalam pikiranku.
“Pimpinanya kan, itu pertanyaan mudah. Bahkan di setiap
paparan tentang keburukan suatu instasi akan di pertangung jawabkan oleh
pemerintah” ucapku sangat yakin dengan jawabanku, bukannya sok menggurui
penjaga perpustakan ini tapi hal itulah yang sering terjadi beberapa minggu
ini.
“Secara teori benar tapi ada yang lebih benar lagi” aku
menatap orang yang ada di depanku dengan terkejut setidaknya beberapa waktu
lalu aku sangat yakin dengan jawabanku.
“Kebiasaan itulah yang menyebabkan semua ini terjadi,
dengan tidak adanya efek samping yang cepat dari kebiasaan yang terjadi akan
menganggap pelanggaran itu seperti kebiasaan yang tidak apa – apa jika di
lakukan” ucapnya dengan nada yakin, aku hanya bisa menatapnya sambil berpikir
ulang apa yang beliau katakan.
“Lebih mudahnya, seperti orang merokok jika itu di
lakukan secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya kerusakan organ dalam”
“Jadi maksud anda semua yang terjadi di sekolah ini
karena korupsi yang sudah di ajarkan dari kebiasaan” ucapku ragu.
“100, untukmu. Jadi kamu sudah paham sampai kepahaman
korupsi. Apa kamu paham cara memperbaikinya” ucap penjaga perpustakan ini
dengan nada menyelidik, aku sangat yakin beliau sendiri tidak tahu cara
melakukannya.
“Anda sendiri tidak tahu cara melakukanya” ucapku protes
karena merasa di tes dengan soal yang tidak mungkin ada jawabnya.
“Oh jadi sekarang kamu tidak mau menjawab sanksi” ucapnya
dengan nada mengejek.
“Itu tidak efektif bahkan, negara ini sudah menurunkan
ribuan sanksi untuk para pelanggaran tapi nyatanya angka kejahatan tidak pernah
menurun. Apa aku harus menjawab orasi, kurasa anda akan tertawa jika aku
menjawab itu” ucapku kesal.
“Benar sekali bukan sanksi yang bisa membuat orang itu
berhenti melakukannya, tapi hati yang lembut” aku hampir tertawa mendengar ucapan
beliau.
“Hati yang lembut, tidak ada yang memiliki hal itu di
jaman sekarang. Kalaupun lembut kurasa bisa di jadikan sebagai alasan untuk
kampanye” ucapku tidak percaya dengan pernyataannya
“Coba kamu pikirkan jika orang itu memiliki hati yang
lembut maka tanggung jawabnya tidak akan pernah di tinggalkanya. Hati yang
lembut berarti rasa takut akan salah” ucap beliau, aku hanya merenung sedikit
kemudian beranjak keluar dari perpustakan.
“Kamu tidak jadi masuk” ucapnya kemudian.
Bagaiman aku bisa masuk jika argumennya yang di
ucapkannya membuatku kembali pada diriku semula, walaupun sebenarnya aku mau
korupsi waktu. Hati yang lembut kah? Kurasa semua orang bisa memilikinya.
Nice :)
ReplyDelete