Title : Last
Genre : School, Humor, Family
Author : Hittori Yudo
Chapter: 11
Efek terbalik!
“Membenciku?” suara Rika bergema
membuat para penonton memfokuskan pandang padanya.
“Aku membencimu, bagian dari bakatmu
seperti emas yang terletak dalam es!” nafas pria yang menjadi antagonis
tersengal membuat penonton seakan terpukau.
“Jika pikiranmu benar, seharusnya
kau protes pada tuhan!”
“Maksud El? Setelah semua ini!”
“Hirarki, semua diciptakan berbeda,
jika kau ingin berubah aku akan mati!”
“El?”
“Dunia yang usang, selamat tinggal!”
Kata – kata itu berakhir dan
panggung ditutup dengan latar merah berenda hitam darah. Intruksi dari arahan
sutradara semua terlihat begitu nyata.
“Kerja bag-“
“Puas?”
“Eeh?” aku terdiam membuat Rika
memajukan langkah beberapa meter kemudian mengambil air yang ada ditanganku.
“Dengan begini! Kita akan berakhir!”
masih tidak mengerti perkataan Rika membuatku terdiam. Kenapa perempuan ini terlihat
begitu kesal, ada yang salah dengan ucapanku.
“Apa kau membahas tentang kata –
kataku kemarin!”
“Kemarin!”
“Iya?”
“Kau bercanda? Aku sedang membahas
apa yang kau lakukan sekarang dan hasil apa yang akan diperoleh nanti!” seperti
mengetahui rencanaku, Rika kembali meminum air dari botol yang diambil secara
paksa tadi.
“Nanti? Apa yang kau katakan!”
suaraku berusaha sedatar mungkin, gadis ini terlalu bodoh untuk tahu dasar dari
rencanaku.
“Kau dan Aku akan selesai dan kak
Nia tinggal menunggu waktu!” seolah mendapat tamparan hebat dari kata – kata
Rika aku hanya bisa terdiam.
“Apa yang kalian bicarakan? Hirarki
bagus An!” suara kak Melisa membuatku dan Rika kini berganti fokus pada ketua
osis yang terlihat begitu puas dengan penampilan tadi.
“Sebuah pesan nyata dari orang
–orang berbakat seperti membuka luka lama!”
“Jalang yang mengharapakan hidup
indah sepertimu lebih baik hilang dari muka bumi!” kak Melisa hanya menatap
Rika terkejut mendengar perkataannya hingga gadis itu meninggalkannya.
“Itu penguasaan karakter! Kakak tahu
artis sering melakukan itu untuk memperdalam karakter!” berusaha untuk membuat
keadaan lebih baik, aku kembali berhipotesa untuk menyembunyikan sikap
pembangkang nona itu.
“Ehmm, aku sedikit paham. Aku akan memperkenalkanmu
pada Alumni kita yang katanya dia adalah penulis saat ini!” aku terdiam,
sebagai amatiran yang ingin hidup dengan menjadi seorang yang professional, aku
segera mengangguk mendengar ucapan kak Melisa.
Seorang laki – laki yang terlihat
dengan mata cekung menatapku dengan raut wajah bersahabat. Aku kenal orang ini
salah satu penulis yang karya sudah beberapa kali dibuatkan film, bertemu
dengan hebat seperti dia dan menukar sapa membuatku bahagia.
“Kau yang menulis Hirarki!” aku
mengangguk membuat wajahnya semakin tersenyum lebar.
“Benar – benar hebat, memikirkan
koteks seperti itu dalam usia sedini ini, aku masih belum bisa membayangkan
seperti apa isi kepalamu!” sebuah pujian yang aku rasa seperti sindiran kecil
tapi koteks yang kuangkat memang cukup berat.
“Hmmm, langsung saja apa kau mau
menerbitkan buku atau memasukan tulisanmu ke penerbit. Aku akan mengenalkanmu
dengan mereka! Bakatmu tidak boleh di sia – siakan nak!” hal terbaik dari
segalanya untuk penulis sekarang ditawarkan padaku.
“Anda tidak bercanda?”
“Tentu saja, hirarki sangat bagus
dan aku merasa kau punya potensi yang belum di asah!” kata – kata pujian dari
senior dalam satu bidang yang diminati memang terasa berbeda. Aku juga ingin
menjadi sepert dia.
“Aku akan menghubungi anda jika
naskahku sudah selesai!” setelah menjawab pertanyaan itu, kami memulai topik
ringan semacam plot dan genre ternyata beberapa penulis sangat memeperhatikan
genre yang ditulis untuk menentukan jumlah penjualan. Hinggap pada akhirnya
percakapan yang berlangsung cukup lama harus terhenti karena jam pulang sudah
berdentang.
“Sampai bertemu lagi!” setelah
menukar sapaan, aku segera bergegas ke asrama dengan hati riang, semuanya
berjalan lancar dan sangat lancar menurutku. Tentu saja pemikiran Rika terlalu
berlebihan.
Aku terhenti saat melihat kak Nia
menatap sendu sebuah tulisan di papan tulis, aku tidak cukup jelas melihatnya
tapi aku bisa merasakan kesedihan dari tatapan kak Nia. Mencoba menghapus semua
rasa penasaranku akhirnya aku masuk ke dalam kelas yang hanya sosok kak Nia
saja yang terlihat.
“ORANG BERBAKAT!!!! SIALAN!! KALIAN
YANG MEREBUT SEMUA HAL DARI KAMI!!! MATI SANA!!!” kata – kata itu bercetak
tebal membuat kak Nia masih terpaku.
“Hey And? Aku tidak mengerti apa
yang dimaksudnya!” tatapan Kak Nia menyadariku dengan air mata yang masih jatuh
bebas dari kedua matanya yang coklat, pemandangan di sore dimana festival
adalah bagian terppenting.
“Kak kita pulang!” suara Rika yang
tiba – tiba berada di sampingku membuat kejutan tadi menghilang dan kini akau
sudah sadar, kak Nia telah digangandeng Rika pulang.
“Wow, kita berhasil! Seharusnya kau
yang lebih tahu apa itu bakat, dan kurasa ini adalah permulaan!” kata – kata
itu beralalu, aku tidak bisa membalas Rika. Semua yang dikatakannya memang
benar. Aku seperti orang bodoh sekarang.
Sedikit meringis melihat tulisan
itu, aku segera menghapusnya dari papan, satu persatu tulisan menghilang
sementara pikiranku seakan meledak. Manusia seperti apa mereka, setelah semua
yang kulakukan. Kak Nia mendapat perlakuan yang lebih parah.
“Jadi ya, setelah itu-“ suara orang
yang masuk ke dalam kelas terputus melihatku dengan beberapa tulisan yang masih
belum terhapus.
“Andi?”
“Maaf tiba- tiba masuk kelas, aku
hanya menghapus ini!” aku menujukan beberapa tulisan yang masih tersisa di
spidol, Kak Melisa tampak terkejut membuatnya segara melihat lebih dekat.
“Siapa yang menulis ini! Ini namanya
bully, kita harus melapor-”
“Tidak usah kak! Setelah tulisan ini
selesai, aku akan mencari cara lain untuk membuat mereka mengerti!” Kak Melisa
memandangku dengan wajah yang sedikit memerah, itu bukan sebuah ekspresi
tersipu dari kumpulan dari rasa marah yang menggung.
“Mereka tidak mengerti dengan
kalian! Kerja keras yang mereka bayangkan seolah tertutupui dengan nama bakat!
Kalian harus bisa berteriak!” itu yang kupikir aku lakukan dengan hirarki tapi
semuanya malah memberikan efek terbalik.
“Aku juga berpikir begitu, tapi
semuanya memang tidak bisa diatur. Aku tidak mungkin membuat mereka sebagai
pembaca yang bersimpati pada karakter-” aku tidak melanjutkan kata – kataku
seolah aku bisa merasakan rencana lain dari kata – kata itu. Tapi mungkin saja
itu akan berhasil jika aku bisa mengolahnya.
“Seperti sebuah prolog dalam cerita,
kurasa epilog yang menarik akan tercipta!” Kak Melisa terlihat kebingungan
dengan ucapanku.
“Ini semacam, ah seperti rumus dari
fisika tentang gaya newton!” merasa masih kebingungan kak Melisa hanya
mengangguk saja seolah setuju dengan kata – kataku tadi.
“Apa kakak akan membenci orang yang
berbuat salah?”
“Tentu saja! Aku benci dengan orang
yang buang – buang makanan!”
“Ahh, walaupun berbeda apakah harus melalui
dengan cara minta maaf! Bisa saja dia alergi sejenis makanan!”
“EEh? Benar juga tapi apa maksdunya
And?”
“Tidak ada!”Kak Melisa kembali
terlihat bingung.
“Aku mau coba mengubah sesuatu
saja!” lanjutkan membuat kak Melisa semakin kebingungan.
No comments:
Post a Comment